Pengelolaan Air Krisis

Sumber:Kompas - 29 November 2012
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Semarang, Kompas - Banjir yang melanda berbagai kota di Tanah Air menunjukkan adanya krisis kebijakan dalam pengelolaan air. Selain tidak memberikan perhatian dan anggaran yang cukup bagi pengelolaan air, ketidakkonsistenan dalam penataan ruang, hingga kini penanganan masalah banjir lebih berorientasi pada kesiapan menghadapi bencana ketimbang mengatasi sumber masalahnya.
 
Padahal, daerah yang acap kali dilanda banjir, seperti Jakarta dan Semarang, harus mempunyai rencana besar dalam penanganan banjir. Untuk mewujudkan perencanaan penanganan banjir itu, diperlukan strategi dan kebijakan pemerintah yang memang pro-pengelolaan air.
 
Demikian rangkuman pendapat yang mengemuka dalam diskusi bertema ”Antisipasi Bencana Banjir Kota dan Bedah Buku Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota” yang diadakan harian Kompas di Kantor Perwakilan Kompas Jawa Tengah di Semarang, Rabu (28/11).
 
Diskusi diawali penjelasan dari penulis buku Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota, Robert J Kodoatie (ahli hidrologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang). Narasumber diskusi, adalah Wakil Ketua Komisi V DPR Nusyirwan Soejono, Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum M Basuki Hadimuljono, dan Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Tengah Prasetyo Budi Yuwono. Hadir pula Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setya Budi dan Plt Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
 
Tak menarik
 
Masalah pengelolaan air dan sungai, diakui Nusyirwan, ialah bukan hal menarik di lembaga legislatif. Bahkan, selama ini, sekitar 95 persen proposal program yang masuk ke DPR selalu terkait pembangunan jalan dan jembatan. Program pengelolaan air dan sungai hanya sekitar 5 persen.
 
Selain karena pengendalian air selalu menelan dana besar, hal ini juga terjadi karena belakangan negeri ini mengalami krisis kebijakan dalam pengelolaan dan pengendalian air. ”Krisis kebijakan yang menyebabkan perubahan tata guna lahan di mana-mana. Dampaknya, banjir dan tanah longsor terjadi di hampir semua daerah,” kata Nusyirwan.
 
Basuki pun mengakui, program pengelolaan air memerlukan anggaran besar, yang tak mungkin ditanggung pemerintah provinsi, apalagi kabupaten/kota.
 
Ia menilai Semarang dan Jakarta memiliki problem sama soal banjir. Selain banjir rutin karena hujan, kota-kota ini menghadapi banjir akibat limpasan air pasang laut yang makin hari makin meluas wilayahnya.
 
Kerusakan DAS
 
Kerusakan di daerah aliran sungai (DAS) juga mengakibatkan banjir. Prasetyo menjelaskan, di Jawa Tengah, 35 dari 128 DAS termasuk diprioritaskan untuk direhabilitasi. Kondisi 35 DAS itu kritis, gundul, dan berbahaya.
 
DAS yang kritis itu termasuk DAS Bengawan Solo, DAS Tuntang, DAS Serayu, dan DAS Pemali. (son/who)


Post Date : 29 November 2012