Perdagangan Karbon Tak Adil

Sumber:Kompas - 14 Desember 2009
Kategori:Climate

Jakarta, Kompas - Melalui kegiatan Global Day of Action-International Demonstrations on Climate Change, yakni sebuah aksi demonstrasi perubahan iklim secara global, Sabtu (12/12) di berbagai negara di dunia, ditekankan agar reduksi emisi tidak dialihkan menjadi mekanisme perdagangan karbon. Perdagangan karbon dengan ”pembeli” negara maju dan ”penjual” negara berkembang itu merupakan mekanisme tidak adil.

”Perdagangan karbon dari negara-negara berkembang yang diklaim menjadi sebuah upaya penurunan emisi oleh negara maju itu berarti tetap membiarkan emisi terus berlangsung dari kegiatan industri di negara-negara maju. Ini suatu bentuk pengalihan reduksi emisi yang harus ditentang,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan di Jakarta.

Bersama aktivis lingkungan lainnya, Walhi mengarahkan tuntutan melalui Global Day of Action ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. AS, dengan total emisi 36,1 persen di dunia, hingga saat ini enggan menyepakati target penurunan emisi sesuai dengan Protokol Kyoto. Ini menjadi preseden buruk bagi negara lain.

Kesepakatan global yang dituangkan dalam Protokol Kyoto, menurut Berry, mencapai target menurunkan emisi 24-25 persen dari level tahun 1990 untuk pencapaian tahun 2020, khusus bagi negara-negara industri atau Annex-1. Berdasarkan pertimbangan dan analisis ilmiah, jika target penurunan emisi tersebut tidak ditempuh, diperkirakan kenaikan suhu global mencapai 2 derajat celsius dalam 100 tahun terakhir.

”Kenaikan suhu 2 derajat celsius berdampak pada perubahan iklim dan bencana yang lebih parah akan dihadapi negara-negara berkembang, bukan negara- negara maju. Negara maju sekarang lebih siap menghadapi bencana atas perubahan iklim,” kata Berry.

Lahan gambut


Melalui surat elektronik pada Sabtu pekan lalu, Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan pada Dewan Nasional Perubahan Iklim Doddy Sukadri dari Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, menyatakan, Indonesia menekankan pentingnya mengurangi emisi melalui upaya mempertahankan lahan gambut.

Mantan Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad mengatakan, dari sisi mempertahankan kehutanan maupun lahan gambut, Indonesia dihadapkan pada ironi perluasan lahan perkebunan sawit di sejumlah daerah yang disetujui pemerintah. ”Perluasan sawit kian mendesak keberadaan hutan-hutan heterogen yang menyimpan keanekaragaman hayati,” kata Chalid. (NAW)



Post Date : 14 Desember 2009