Perlu Perhatian Warga dan Aparat Setempat

Sumber:Kompas - 07 Maret 2011
Kategori:Sampah Jakarta

Tidak ada seorang pun yang ingin rumahnya di dekat tempat pembuangan sampah, apalagi jika tempat pembuangan itu ternyata liar dan tidak dikelola baik sehingga membuat pencemaran di sekelilingnya. Namun, jika ternyata tempat pembuangan sampah itu liar dan sengaja dipelihara oleh orang-orang yang berkepentingan dengan keberadaannya, walhasil tempat pembuangan itu akan terus ada dan membuat lingkungan sekitarnya menjadi buruk.

Demikian yang terjadi pada Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Nagrak, Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. TPS yang ditutup sejak tahun 2000 dan diperkuat dengan diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2010 itu dibuka kembali oleh oknum yang mendapatkan keuntungan dengan dibukanya TPS tersebut. UU tentang Pengelolaan Sampah itu melarang adanya TPS dalam kota dengan sistem dumping atau sistem terbuka. Dengan diberlakukannya UU tersebut, Pemprov DKI Jakarta mengalihkan pembuangan sampah pada tiga lokasi TPS terpadu, yakni Bantar Gebang, Sunter, dan Cakung Cilincing di Jakarta Utara.

Pada Jumat (4/3), dua truk sampah dipergoki tengah membuang sampah di TPS tersebut. Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuno, yang sedang inspeksi mendadak ke TPS itu, segera mencekal sopir truk sampah itu. ”Satu truk sampah swasta yang tidak ada kerja sama dengan Dinas Kebersihan dan satu lagi truk Dinas Kebersihan,” kata Eko, Jumat (4/3) di Balaikota.

TPS Nagrak agaknya memang sulit untuk ditertibkan. Pada tahun 2006, TPS ini juga ditutup oleh Wali kota Jakarta Utara Effendi Anas. Namun, kini TPS seluas 3,5 hektar ini dibuka kembali dan sopir Dinas Kebersihan sendiri ikut membuang sampah di TPS tersebut. Bahkan, kini di sekeliling TPS itu sudah berdiri banyak lapak milik pemulung dan sampah-sampah yang sudah dipilah.

Eko mengakui, pemerintah mengalami kesulitan dalam menutup TPS Nagrak karena sudah ada perputaran bisnis dan uang yang cukup tinggi di TPS liar tersebut. Namun, pihaknya tidak akah berhenti menutup kawasan tersebut. ”Kami tidak akan terputus hingga di sini,” tuturnya.

Karena itu, dia meminta kerja sama dari semua pihak, yaitu wali kota, camat, dan lurah, untuk bersama-sama menertibkan TPS liar Nagrak dan mengawasi di lapangan agar TPS itu tidak beroperasi kembali.

”Pengawasan di lapangan merupakan tanggung jawab bersama, mulai Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara, wali kota, camat dan lurah, hingga warga setempat. Kami mengimbau warga jangan membuang dan menampung sampah di sana,” ujar Eko.

TPS Nagrak selama ini menampung dan menyalurkan sampah daur ulang, seperti plastik, botol, kaleng, sandal karet, serta kain. Sampah industri tersebut dikelola secara individu oleh sekelompok orang yang tinggal di sekitarnya. TPS Nagrak masih memakai sistem dumping, yakni sampah dibuang begitu saja tanpa ada perlakuan apa pun. Sampah juga tidak ditutupi dengan tanah sehingga bisa mengakibatkan pencemaran udara, tanah, dan air. (ARN)



Post Date : 07 Maret 2011