Perusahaan Taat Lingkungan Sehat

Sumber:Kompas - 24 November 2010
Kategori:Lingkungan

Jumat pekan ini, Kementerian Lingkungan Hidup akan mengumumkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan yang lebih dikenal sebagai Proper. Tanpa gembar-gembor berlebihan, program penilaian kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan ini ternyata sudah berlangsung lima belas tahun, meski dengan beberapa kali jeda terkait kondisi dalam negeri.

Proper bisa dikatakan sebagai instrumen kebijakan lingkungan yang bekerja melalui mekanisme insentif dan disinsentif, berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang mengutamakan peraturan, penegakan hukum, maupun instrumen ekonomi. Tidak mengherankan bila peserta Proper terus meningkat.

Tahun ini (2009-2010), Proper diikuti oleh 689 perusahaan dari berbagai sektor: pertambangan, agroindustri, manufaktur, dan jasa. Jumlah ini sudah jauh meningkat dibanding pertama kali diberlakukan dengan nama Proper Prokasih (1995-1998) yang cuma diikuti 43 peserta atau 85 peserta ketika program ini dimulai lagi tahun 2002-2003.

Perjalanan panjang Proper menunjukkan, perusahaan-perusahaan yang baru mulai ikut umumnya mendapat nilai kurang, sedangkan yang sudah ikut nilainya terus meningkat. Bisa diartikan, pendampingan oleh tim teknis berlangsung efektif dan sebaliknya perusahaan juga mau terus belajar.

Namun, yang paling menggembirakan tentu saja adalah Proper telah mengubah cara perusahaan berproduksi, mengelola lingkungan, dan terutama dalam berinteraksi dengan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, perusahaan peserta Proper setelah dinilai oleh tim teknis Kementerian Lingkungan Hidup akan dikategorikan dalam lima peringkat. Emas, yang tertinggi, mensyaratkan konsistensi keunggulan dalam proses produksi dan bisnis sehingga lingkungan alam dan masyarakat terjaga. Hijau berarti telah mengelola lingkungan lebih dari yang disyaratkan. Biru, mengelola lingkungan sesuai persyaratan. Merah, mengelola lingkungan, tetapi belum sesuai persyaratan, serta terendah hitam yang lalai tidak memenuhi persyaratan dan mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Meski untuk sampai ke peringkat baik banyak syaratnya, perusahaan peserta Proper rata-rata berusaha mengejar nilai tinggi. Dibukanya masa sanggah untuk menyampaikan keberatan dan dibentuknya Dewan Pertimbangan Proper dari berbagai unsur masyarakat turut membangun keterbukaan dan keadilan penilaian program ini.

Antusias

Sepanjang proses penilaian Proper, bagaimana antusiasme peserta bisa dilihat. Banyak pimpinan tertinggi perusahaan menyempatkan diri datang saat presentasi untuk nominasi peringkat hijau.

Apalagi bila masuk nominasi peringkat emas. Beberapa perusahaan yang dikunjungi lagi untuk verifikasi tidak hanya memamerkan program-program unggulan, tetapi juga mengerahkan masyarakat peserta program pengembangan komunitas.

Harus diakui, ada begitu banyak temuan— sederhana maupun canggih—dari berbagai perusahaan peserta Proper. PT Adaro Indonesia di Kalimantan, misalnya, selain mengefisienkan penggunaan air dan energi, produsen batu bara terbesar di Indonesia ini juga menggunakan limbah oli bekas untuk campuran bahan peledak. PT Holcim Indonesia, industri semen yang beroperasi di Cilacap, Jawa Tengah, bisa memanfaatkan air permukaan—air hujan dan limbah rumah tangga—untuk proses produksinya.

Apalagi bila kemudian menyangkut program pengembangan komunitas. Perusahaan peserta Proper tidak hanya kreatif, tetapi juga peka terhadap kebutuhan masyarakat di sekitar perusahaannya.

Sebutlah PT Badak Natural Gas Liquefaction. Perusahaan gas alam di Bontang, Kalimantan Timur, ini berhasil mengembangkan sistem keuangan mikro untuk mengembangkan bisnis rakyat.

PT Chevron Geothermal Indonesia, perusahaan panas bumi yang berlokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, bahkan mengembangkan kemampuan berbisnis masyarakat setempat. Setelah dibekali ilmu—bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran—mereka bisa ikut tender proyek-proyek PT Chevron maupun perusahaan lain.

Citra perusahaan

Mekanisme insentif bagi perusahaan yang taat tidak hanya citra perusahaan yang baik dan peduli, tetapi juga mempermudah mereka mendapatkan kredit bank. Melalui peraturan Gubernur Bank Indonesia, Proper menjadi sumber informasi penilaian risiko lingkungan calon kreditor. Beberapa bank bahkan sudah terhubung dengan penilaian Proper, seperti Bank BNI, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Danamon.

Sebaliknya, disinsentif tidak hanya berupa sulit mendapat kredit bank, tetapi juga sulit menembus pasar ekspor dan beperkara di pengadilan. Menurut MR Karliansyah, Ketua Tim Teknis Proper yang juga Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran, perusahaan yang berperingkat hitam akan diajukan ke meja hijau.

Kita boleh bangga, Proper yang digagas oleh Nabiel Makarim, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sudah diakui Bank Dunia dan diadaptasi beberapa negara, seperti Filipina, India, China, Mesir, Meksiko, dan Kolombia. Pemerintah Filipina bahkan sudah selangkah lebih maju dengan menggelar pameran perusahaan-perusahaan yang taat, Agustus lalu.

Karena itu, Proper tidak boleh berhenti sampai di sini. Agar ke depan lebih efektif, jumlah peserta harus mencapai critical mass paling tidak 5.000 perusahaan dan berintegrasi tidak hanya dengan perbankan, tetapi juga perpajakan lingkungan. Proper harus bisa menjadi clearing house informasi lingkungan bagi yang membutuhkan.

Semua itu tentu tidak mudah mengingat keterbatasan sumber daya manusia dan dana yang tersedia. Namun, melihat perjalanan Proper yang terus meningkat dan respons perusahaan pesertanya, bolehlah kita optimistis. Paling tidak, bangsa ini punya karya nyata yang membanggakan. AGNES ARISTIARINI



Post Date : 24 November 2010