Presiden: Proyek MDGs Terlalu Ambisius

Sumber:Kompas - 11 April 2006
Kategori:MDG
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai proyek Tujuan Pembangunan Abad Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) sebagai proyek kemanusiaan yang ambisius. Karena itu, diperlukan perjuangan yang sangat berat untuk mencapai target-target MDGs sesuai jadwal.

Pernyataan itu disampaikan Presiden Yudhoyono ketika membuka Pertemuan Tingkat Menteri Komisi Ekonomi dan Sosial Asia dan Pasifik PBB (UNESCAP) dan Pertemuan Pemimpin Negara-negara Pasifik yang tergabung dalam UNESCAP di Jakarta Convention Center, Senin (10/4). Hadir dalam pertemuan itu antara lain Sekretaris Jenderal UNESCAP Kim Hak-su dan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.

"Proyek ini jauh lebih ambisius dibandingkan dengan proyek kemanusiaan besar terakhir, seperti gerakan untuk memperoleh kemerdekaan, emansipasi, kesetaraan, dan kebebasan yang menyebar di seluruh planet kita pada abad lalu, termasuk di sini di Asia Pasifik," kata Presiden.

Presiden berpendapat, kondisi saat ini benar-benar telah berubah. Martabat manusia tidak lagi hanya cukup dipenuhi dengan kemerdekaan dan kebebasan. "Martabat manusia seutuhnya hanya dapat dipenuhi jika manusia bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, serangan penyakit, sikap tidak toleran, dan konflik," kata Presiden menambahkan.

Berdasarkan kenyataan itu, menurut Presiden, pencapaian target MDGs merupakan perjuangan yang berat. "Menyebarkan kesempatan dan harapan kepada seluruh umat manusia secara merata, dengan tujuan praktis yang konkret, dan jadwal yang tegas adalah perjuangan yang ambisius," tuturnya.

MDGs dideklarasikan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 sebagai komitmen global untuk mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau hidup dengan biaya di bawah 2 dollar AS per hari. Dengan MDGs diharapkan penduduk miskin dunia yang jumlahnya mencapai 1,3 miliar dapat dikurangi menjadi setengahnya pada tahun 2015. Caranya bisa macam-macam, mulai dari bantuan langsung, pengurangan utang, atau memberikan akses perdagangan yang adil bagi negara miskin.

Setiap tahunnya dibutuhkan dana sekitar 100 miliar dollar AS, antara lain untuk mengatasi program pengurangan kelaparan, penyakit, buta aksara, dan kerusakan lingkungan. Jika dana itu tersedia, diperkirakan tahun 2015 kemiskinan global dapat dikurangi hingga setengahnya. Sayangnya, dana yang tersedia saat ini hanya 50 miliar dollar AS. Sebab itu, sejumlah pihak mulai pesimistis target MDGs tercapai pada tahun 2015.

Masih timpang

Presiden mengingatkan semua pihak mengenai timpangnya kesejahteraan secara global. Saat ini setengah dari penduduk dunia hidup dengan uang kurang dari 2 dollar AS per hari, 800 juta orang mengalami kekurangan gizi dan kelaparan, lebih dari 600 juta orang tidak dapat memperoleh air bersih, dan 115 juta anak-anak putus sekolah di negara berkembang. "Statistik itu menyakitkan hati, tetapi tidak sepatutnya membelokkan kemauan kita. Saya yakin bahwa perjuangan besar untuk menuntaskan target MDGs pada tahun 2015 masih bisa kita capai," ujar Presiden.

Presiden memberikan gambaran bahwa untuk mencapai pendidikan dasar secara universal pada 2015 diperkirakan "hanya" membutuhkan dana 10 miliar dollar AS per tahun. Angka ini setara dengan pengeluaran orang-orang Eropa untuk membeli es krim setiap tahunnya.

Untuk menyediakan layanan kesehatan dasar bagi semua umat manusia, dibutuhkan dana sekitar 13 miliar dollar AS per tahun. Jumlah itu masih lebih rendah daripada pengeluaran orang AS dan Eropa untuk membeli makanan bagi hewan peliharaan mereka.

Presiden menekankan, untuk mencapai target MDGs, diperlukan kehendak politik dan strategi berkelanjutan. Karena itu, Presiden mengajak negara-negara anggota UNESCAP yang berkumpul di Jakarta untuk bahu-membahu melanjutkan proyek kemanusiaan terbesar yang pernah dilakukan, yakni mengejar target MDGs.

Presiden berpendapat, target MDGs dapat dicapai pada tahun 2015 oleh negara anggota UNESCAP asalkan negara-negara itu mendorong terbentuknya pemerintahan yang baik dan bekerja sama serta bermitra dengan negara lain di tingkat kawasan, subkawasan, dan antarkawasan.

"Saat ini kita harus mengintensifkan kerja sama dan kemitraan karena masalah kita akan menjadi lebih mirip dan lebih saling berhubungan," kata Presiden menambahkan.

Sidang Komisi Pertemuan Ke-62 UNESCAP kali ini akan menetapkan cara-cara untuk mendanai pembangunan berkelanjutan jangka panjang dalam infrastruktur dan perlindungan lingkungan. Presiden yang berbicara dalam delegasi Komisi mengatakan, pembangunan infrastruktur harus sejalan dengan prinsip-prinsip infrastruktur untuk semua.

"(Proyek) ini harus memastikan tersebarnya keuntungan sosial dan membaiknya kualitas kehidupan seluruh rakyat kita, termasuk kaum miskin, khususnya yang tinggal di daerah terpencil. Bagaimana kita bermitra dengan kaum miskin untuk mendorong tercapainya target MDGs," kata Presiden.

Pesan Kofi Annan

Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dalam pesannya kepada para delegasi berharap pertemuan UNESCAP di Jakarta ini agar dimanfaatkan untuk menopang momentum yang dibuat oleh pertemuan Konferensi Tingkat Dunia di New York, September lalu.

Dia menjelaskan, dalam Konferensi Tingkat Dunia, para pemimpin dunia memang tidak berhasil mencapai semua hal yang awalnya diharapkan, tetapi mereka sepakat adanya kemajuan di bidang yang lebih luas. "Mereka menggemakan kembali MDGs, dan negara berkembang berkomitmen membuat strategi nasional untuk mencapai MDGs pada akhir tahun ini," kata Annan.

Pemimpin Pasifik

Di sela-sela Pertemuan UNESCAP, Presiden Yudhoyono menjamu makan siang 13 pemimpin dan delegasi negara-negara Pasifik, antara lain Kiribati, Papua Niugini, Mikronesia, Nauru, Samoa, dan Vanuatu. Dalam pertemuan itu para pemimpin Pasifik sepakat untuk meningkatkan kerja sama yang konkret dengan Indonesia.

Presiden Yudhoyono menjelaskan, dalam pertemuan itu Indonesia menyatakan kesediaannya menjadi jembatan bagi negara-negara Pasifik dengan Asia.

Ditanya apakah para pemimpin negara-negara Pasifik menyinggung masalah kedaulatan Indonesia di Papua, Presiden mengatakan tidak ada satu negara pun yang mempersoalkan masalah Papua.

Secara terpisah Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan, kerja sama dengan negara-negara Pasifik dinilai strategis. "Sebelumnya kita fokus ke ASEAN dan Asia, sekarang kita akan seimbangkan hubungan yang baik dengan negara Pasifik," katanya. (OKI/BSW)

Post Date : 11 April 2006