Press Release Yayasan Ulayat dan BT Telapak Sumbagsel, Hari Air Dunia 22 Maret 2010

Kategori:Siaran Pers
Press Release
Yayasan Ulayat dan BT Telapak Sumbagsel, 22 Maret 2010
 
PERINGATAN HARI AIR SEDUNIA 2010
 
 
Air ada dimana-mana, sepertinya bagi kita yang ada di Indonesia yang notabene masih memiliki banyak hutan dan sungai air bukanlah persoalan serius. Tapi benarkah demikian Ternyata faktanya, terjadi krisis air di Indonesia. Demikian yang terungkap dalam talk show BTV forum yang digelar Yayasan Ulayat dan Badan Teritori Telapak Sumbagsel, bertempat di Restoran Sate Solo Kota Bengkulu, Sabtu kemarin (20/03). 
 
Dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2010,Yayasan Ulayat bekerjasama dengan BT Telapak Sumbagsel mengadakan Talk Show dengan tema Air Bersih Untuk Masyarakat dan Lingkungan yang Sehat. Dengan tiga orang narasumber yaitu Bpk. Bambang Pujiatmoko dari Water and Sanitation Policy and Action Planning Facility (WASPOLA Facility) Jakarta; Ibu Murtiningsih, Kasi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu (Pokja AMPL Provinsi) ; dan Oka Andriansyah, Direktur Eksekutif Yayasan Ulayat.
 
Dialog diawali dengan pembicaraan mengenai kenyataan terjadinya krisis air bersih di Indonesia dan Bengkulu khususnya. Bambang Pujiatmoko mengatakan bahwa masih ada 40 persen penduduk Indonesia yang belum mendapatkan akses air bersih dan sanitasi dasar. Begitu juga di Bengkulu selama pengamatannya di tiga kabupaten yang telah beliau kunjungi. Murtiningsih juga menambahkan bahwasanya memang terjadi masalah besar di sektor air minum dan sanitasi di Bengkulu. Hal tersebut terlihat dari adanya fakta bahwa lima penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Bengkulu kesemuanya disebabkan air yang tidak sehat dan sanitasi yang buruk, diantaranya diare dan malaria yang sangat tinggi angka kejadian penyakitnya di Bengkulu.
 
Direktur Ulayat menegaskan, selain soal sebaran yang tidak merata dan kualitas air, terjadi juga ketidakadilan atas air. Ini yang belum disadari oleh banyak pihak. Banyak penduduk di pedesaan yang harus berjalan kaki berkilo-kilo meter hanya untuk mendapatkan air bersih. Sementara itu segelintir orang kaya di perkotaan dengan ‘asyiknya’ menikmati air tanpa berfikir bahwa masih banyak masyrakat yang belum mendapatkan air bersih. Selain itu beliau juga menambahkan bahwa Hak atas Air adalah salah satu Hak Asasi Manusia (Deklarasi PBB tentang Hak Atas Air ,4 Februari 2010). Seiring dengan itu salah satu target Millenium Developments Goal’s (MDGs) adalah pada tahun 2015 Indonesia harus mengentaskan separuh dari penduduk yang belum terlayani air bersih dan sanitasi dasar.
 
Bagaimana Pemerintah Indonesia Mengakomodir hal tersebut Bambang dari WASPOLA Facility menjelaskan pemerintah Indonesia telah membuat banyak sekali kebijakan tentang air bersih, diantaranya UU No. 7 Th 2004 tentang Sumber Daya Air, kemudian PP 16 Th 2005 tentang Sistem Pelayanan Air Minum (PP SPAM). Dan terakhir yaitu Kebijakan  Nasional  Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang menurut beliau sudah sangat cukup. Tapi permasalahannya yaitu pada implementasi yang belum berjalan dengan optimal. Padahal target pencapaian kita di sektor ini relatif sangat tinggi.
 
Kasi Penyehatan Lingkungan Dinkes Propinsi Bengkulu mengakui hal tersebut. Kebijakan Nasional sangat lamban diketahui apalagi dilaksanakan di daerah. Dialog ini kemudian membedah lebih dalam tentang 4 (empat) point pada konteks Bengkulu dari 11 kebijakan tersebut yaitu; Pembangunan berwawasan lingkungan; Keberpihakan pada mayarakat miskin; Peran pemerintah sebagai fasilitator; dan Peran aktif masyarakat.
 
Semua pembicara sependapat bahwa butir-butir kebijakan tersebut masih jauh dari harapan. Oka mencontohkan untuk butir pembangunan berwawasan lingkungan, bahwa sebagian besar Daerah Aliran Sungai di Bengkulu berada dalam keadaan kritis. Di Kota Bengkulu saja, Sungai Air Bengkulu yang bermuara dikota Bengkulu tercemar berat oleh limbah batubara. Padahal sungai ini memasok 30 persen konsumen PDAM dikota Bengkulu dan belum ada langkah apapun untuk mengatasinya. Jadi integrasi antara hulu dan hilir bisa dibilang belum ada keterpaduan dalam pengelolaan Sumber Daya Air. Padahal hal tersebut adalah syarat dasar dalam pembangunan Sumber Daya Air yang berwawasan lingkungan. Namun demikian Murtiningsih  mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai program untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan air bersih dan sanitasi. Saat ini Dinas Kesehatan Propinsi dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) melakukan proyek Air Minum dan Sanitasi dasar di Kabupaten Bengkulu Selatan, Rejang Lebong dan Bengkulu Utara. Proyek itu tidak hanya program fisik tapi juga dengan perubahan prilaku hidup bersih pada masyarakat, serta pemberdayaan pada masyarakat untuk memelihara sarana AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) yang sudah dibangun.
 
Oka dan Bambang menegaskan kembali akan pentingnya pemberdayaan masyarakat. Untuk itu masyarakat dituntut untuk aktif, dan pemerintah harus meningkatkan kapasitasnya sebagai fasilitator pembangunan. Bukan hanya sebagai penyedia seperti paradigma pembangunan yang lama.
 
Oka juga menambahkan banyak contoh masyarakat yang sudah aktif bahkan berinisiatif sendiri, namun pemerintahnya yang tidak merespon dan melakukan upaya pemberdayaan. Sebagai contoh, ketika terjadi pencemaran Sungai Air Bengkulu, Masyarakat sudah berteriak bahkan berinisisatif memulung limbah yang kebetulan juga bermanfaat secara ekonomi bagi mereka. Tapi belum ada upaya yang terpadu dari pemerintah untuk menindaklanjuti.
 
Diakhir sesi ini, semua mempunyai harapan dan optimisme yang tinggi untuk mewujudkan pembangunan Air Minum dan Pengehatan Lingkungan yang baik dan berbasis masyarakat di Bengkulu. Selain itu tentunya banyak hal yang harus dikejar dan ini membutuhkan sinergi yang baik dari semua pihak baik pemerintah, LSM, Media dan Masyarakat. Selamat memperingati hari Air Sedunia..

Press Release versi PDF 



Post Date : 22 Maret 2010