Produksi Bersih Menunjang Konsumsi Bersih

Sumber:Kompas - 15 November 2010
Kategori:Sampah Jakarta

Jakarta, Kompas - Pemerintah masih mengabaikan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dalam hal menegakkan kewajiban bagi setiap produsen atau industri untuk mengolah kembali setiap kemasannya yang tidak dapat terurai di alam. Jika aturan tersebut ditegakkan, produksi bersih ini akan menunjang konsumsi bersih pula di tingkat masyarakat.

”Ketentuan yang diatur di dalam Pasal 15 Undang-Undang (UU) Pengelolaan Sampah itu yang harus ditegakkan terlebih dahulu,” kata Ketua Umum Asosiasi Persampahan Indonesia (Indonesia Solid Waste Association/InSWA) Sri Bebassari, akhir pekan lalu di Jakarta.

Sri Bebassari mengungkapkan hal itu pada peluncuran penyelenggaraan Konferensi Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan Asia Pasifik (APRSCP) ke-10 di Kementerian Lingkungan Hidup, pekan lalu. Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta tidak banyak memberikan komentar mengenai hal ini.

Gusti mengatakan, saat ini rancangan peraturan pemerintah (RPP) untuk pelaksanaan UU Pengelolaan Sampah masih dalam proses. Gusti juga menyampaikan, APRSCP yang akan diselenggarakan tahun depan di Yogyakarta akan mengusung tema memimpin pengembangan ”bisnis hijau” dari inisiatif lokal.

Menurut Sri Bebassari, perilaku konsumsi bersih oleh masyarakat saat ini tidak dapat dipisahkan dengan pola produksi bersih. Dicontohkan, wilayah Jakarta saat ini masih menanggung 20 persen sampah plastik dari 6.000 ton sampah per hari.

”Sampah plastik terurai dalam waktu 500 tahun sampai 1.000 tahun,” ujar Sri Bebassari.

Terobosan industri


Sri Bebassari menunjuk contoh adanya industri mi instan yang belum bisa mengolah produk kemasannya yang tergolong tidak terurai oleh alam sebanyak 11 miliar bungkus per tahun. Namun, ia juga mengungkapkan adanya terobosan industri untuk menghadapi ini.

PT Tirta Marta disebutkan sebagai salah satu industri yang mengembangkan teknologi pembuatan plastik yang mudah terurai di alam. Direktur Utama PT Tirta Marta Sugianto Tandi menyebutkan, sejak setahun lalu pihaknya telah memproduksi plastik berbahan baku singkong hingga mudah terurai di alam.

”Saat ini produksi plastik kami mencapai 3.000 ton per bulan. Ini masih terlampau sedikit jika dibandingkan kebutuhan kita ataupun permintaan ekspor,” kata Sugianto.

Perusahaan itu selain mengembangkan teknologi pembuatan plastik dengan bahan baku singkong yang terurai dalam 10 minggu juga memanfaatkan teknologi oksidasi melalui penambahan zat alami tertentu. Ini dikenal sebagai teknologi oxium yang bisa mempercepat proses penguraian oleh mikroba alami dalam waktu dua tahun. (NAW)



Post Date : 15 November 2010