Puluhan Desa di Pesisir Sungai Barito Terkepung Air Masin

Sumber:Kompas - 12 Juli 2004
Kategori:Drainase
Martapura, Kompas - Akibat intrusi air laut di musim kemarau, puluhan desa di pesisir Sungai Barito, Kalimantan Selatan, yang berdekatan dengan laut, kini semakin merasakan dampak air masin (air sungai asin karena bercampur air laut). Selain merusak tanaman padi mereka yang belum dipanen, warga juga kesulitan air tawar untuk kebutuhan sehari-hari.

Pembakal (Kepala Desa) Desa Bakambat, Kecamatan Aluh- Aluh, Kabupaten Banjar, Bahrani, Minggu (11/7), mengatakan saat ini air sungai sudah asin dan tidak layak lagi dikonsumsi warga. Pada musim normal, masyarakat di pesisir ini mengonsumsi air sungai setelah dijernihkan dengan tawas.

"Sekarang airnya masin, apalagi di desa kami ini sudah dekat dengan laut," kata Bahrani. Masinnya air sungai di desa-desa pesisir itu terjadi akibat pengaruh kemarau. Debit air dari hulu sungai semakin berkurang sehingga air laut mendesak masuk ke perairan desa melalui siklus pasang surut laut.

Di Kecamatan Aluh-Aluh sendiri ada 19 desa yang berada di atas air dan sedikit memiliki daratan. Jika laut sedang pasang, seluruh daratan di desa tersebut terendam air masin.

Karena itu, untuk keperluan air bersih sehari-hari, warga desa kini benar-benar bergantung air yang didatangkan dari Kota Banjarmasin, sekitar satu jam perjalanan darat atau dua jam lewat sungai. Perahu-perahu yang membawa jeriken air bersih kini mulai memasok air ke pesisir Sungai Barito.

"Satu jeriken ukuran 20 liter dijual dengan harga Rp 3.500," ujar Bahrani. Warga desa rata-rata mengonsumsi air dua jeriken sehari.

Padi rusak

Hal yang ditakutkan warga terhadap fenomena air masin adalah ancaman terhadap tanaman padi yang belum panen. "Sekarang baru sebagian yang panen, yang belum panen ini kasihan karena padinya banyak yang rusak," kata Bahrani.

Koordinator Program Penguatan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (Community Empowerment for Rural Development) Kabupaten Banjar Iswiyati Rahayu mengatakan, tahun lalu desa-desa di pesisir itu banyak yang mengalami paceklik karena intrusi air laut ke sawah terlalu dini terjadi.

"Sekarang banyak warga terpaksa panen lebih awal untuk menghindari kerugian lebih besar," kata Iswiyati. Meskipun demikian, nasib padi yang belum mekar kini terancam mati.

Kendala transportasi

Penderitaan masyarakat pesisir itu dikhawatirkan akan berlangsung hingga musim kemarau berakhir. "Desa-desa di Kecamatan Aluh-Aluh dan sekitarnya hingga kini memang tertinggal dibanding desa lain akibat sulitnya mengatasi kendala alam seperti air masin ini," kata Iswiyati.

Tidak hanya itu, musim kemarau juga mengakibatkan transportasi desa pesisir yang sangat bergantung pada air akan terganggu. "Musim kemarau debit air di sungai-sungai sekitar desa itu sangat kecil sehingga tidak bisa dilewati perahu," katanya.

Angkutan air di desa-desa itu hanya berfungsi pada saat air laut pasang. "Karena itu, kami sebenarnya berharap ada perhatian pemerintah untuk mengeruk lumpur di sungai yang menuju desa kami. Kalau tidak dikeruk, kami pasti tidak bisa ke mana-mana," kata seorang warga Desa Pulantan.

Camat Aluh-Aluh Syaiful Ansyari mengatakan, dari 19 desa di kecamatan itu sebanyak 17 desa kini belum memiliki jalan darat. Karena itu, surutnya air waktu kemarau benar-benar mengganggu transportasi warga. (AMR)

Post Date : 12 Juli 2004