REDD Tak Jalan, Indonesia Kecewa

Sumber:Suara Pembaruan - 08 Desember 2007
Kategori:Climate
[NUSA DUA] Delegasi Indonesia kecewa atas sikap Inggris, Jerman, Australia, dan Bank Dunia yang belum memberi kejelasan mengenai komitmen pemberian bantuan dana untuk program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Padahal, kerja sama itu sudah dibahas serius beberapa bulan sebelum Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali.

Hal itu dikemukakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan Wahyudi Wardoyo kepada SP, di Nusa Dua, Bali, Sabtu (8/12). Hal senada dikemukakan Ketua Pelaksana Harian UNFCCC Nasional Agus Purnomo dan mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja yang menjadi anggota delegasi.

"Dalam pembicaraan awal, mereka telah menegaskan memberi komitmen, namun di Bali sikap mereka berubah. Sampai sekarang belum ada kejelasan, kapan, bagaimana, di mana, dan berapa nilai bantuan sebagai komitmen untuk REDD ini. Kami sangat kecewa, kerja sama REDD seakan tak jalan," ujar Wahyudi, wakil Indonesia dalam masalah REDD.

Wahyudi mengatakan, Indonesia mengharapkan negara-negara yang sudah menjalin kerja sama untuk menangani REDD mengumumkan komitmennya secara resmi kepada publik, sehingga masyarakat Indonesia mengetahuinya dengan jelas. Untuk meyakinkan ketiga negara itu dan Bank Dunia, Indonesia sudah menyiapkan konsep, proposal, dan instrumen yang berkaitan dengan REDD.

Namun, dia menegaskan, Pemerintah Indonesia akan terus melanjutkan program REDD karena sudah menjadi komitmen bersama di dalam negeri. Proyek percontohan REDD akan tetap dilanjutkan. Sejumlah pemerintah daerah juga sudah menyatakan mendukung dan siap melaksanakan, seperti Provinsi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Proyek percontohan REDD sudah diluncurkan Menteri Kehutanan MS Kaban, di Bali, Kamis (6/12). Namun pada pertemuan dengan negara-negara yang awalnya sangat serius mendukung REDD, Jumat (7/12), ternyata tak ada kejelasan. Proyek percontohan itu diharapkan dimulai pertengahan 2008 sampai 2012.

Pura-pura Lupa

Senada dengannya, Agus Purnomo dan Sarwono Kusumaatmadja yang juga ikut dalam pertemuan itu mengharapkan pembicaraan mengenai REDD ini tidak sampai buntu atau terputus. Agus mengungkapkan, dalam setiap diskusi sudah ada komitmen untuk bekerja sama dan memberikan bantuan. Namun, pada pertemuan di Bali, negara yang telah berkomitmen ternyata tidak bergeming. "Sikap mereka itu seperti orang yang ingin memberi bantuan tapi membawa dompet kosong atau pura-pura lupa meninggalkan dompetnyadi rumah," tuturnya.

Sebelumnya, ungkap Agus, 11 negara yang memiliki hutan tropis sudah bertemu di New York, dan 12 Desember nanti akan ada pertemuan tingkat menteri dari 11 negara itu di Bali. "Dalam pertemuan itu, negara yang tidak memiliki hutan pun ingin ikut. Mereka tidak punya hutan, tetapi punya banyak uang. Hanya sayangnya, kehadiran mereka itu hanya sekadar ingin ikut diskusi dan foto-foto, tapi dompetnya ditinggal di rumah," ucap Agus yang juga menjadi staf khusus Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Menurut Agus, masalah REDD merupakan agenda utama negosiasi, dan pada prinsipnya, semua negara mendukung. Negara maju (Annex-1) dan negara berkembang sama-sama menginginkan adanya pengurangan emisi karbon. Namun, persoalannya adalah siapa yang memulai. Sebab, negara maju menginginkan agar hal ini dibebankan terlebih dulu kepada negara berkembang yang memiliki hutan.

"Negara-negara maju dan negara yang memiliki hutan sudah bertemu. Negara maju memberikan beban kepada negara-negara yang memiliki hutan, namun tidak menyatakan komitmen yang jelas mengenai bantuan apa yang diberikan jika nanti diterapkan oleh negara pemilik hutan. Begitu proposal diberikan, negara-negara maju pura-pura lupa. Mereka tidak mau ikut membiayai," katanya.

Sementara itu, Sarwono mengatakan, jika negara-negara maju tertentu bersikap tidak jelas dalam negosiasi mengenai REDD ini, maka Pemerintah Indonesia disarankan membangun aliansi dengan masyarakat di negara-negara itu melalui LSM, kalangan akademisi di perguruan tinggi, dan parlemen.

Sarwono mencontohkan, walaupun Presiden Bush tidak mau menandatangani Protokol Kyoto, kenyataannya masyarakat di AS, termasuk beberapa negara bagian AS, melakukan beberapa hal yang sejalan dengan Protokol Kyoto. Indonesia harus menjalin aliansi dengan kekuatan di luar pemerintah negara-negara maju itu.

"Kita harus berbuat banyak dan jalan terus, walaupun tanpa negara-negara maju. Kita harus berani membuat konsep dan menjalankan REDD untuk kepentingan bersama, tapi juga harus memperbaiki diri," ucap Sarwono. [S-26]



Post Date : 08 Desember 2007