Regionalisasi Air Baku 4 PDAM di Jawa Barat

Sumber:Majalah Air Minum - 30 September 2008
Kategori:Air Minum

Di banyak daerah, persoalan air baku merupakan salah satu kendala terbesar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Beruntunglah segelintir daerah yang memiliki sumber air cukup besar seperti Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Untuk memenuhi kebutuhan daerah tetangga yang sulit air baku, konsep kerja sama regional pemanfaatan sumber air untuk masyarakat adalah salah satu cara yang bisa ditempuh. Selain sama-sama menguntungkan dari sisi profit dan benefit, dari sisi kemanusiaan, daerah yang menjadi penyuplai air bisa menyelamatkan ribuan warga yang sangat membutuhkan pasokan air bersih.

Persoalan ini agaknya dipahami benar oleh empat PDAM yang ada di Jawa Barat yakni PDAM Kabupaten Subang, PDAM Kabupaten Sumedang, PDAM Kota Bandung dan PDAM Kabupaten Bandung. Guna menjawab persoalan kekurangan air baku di tiga wilayah, yakni Kabupaten Sumedang, Kabupaten/Kota Bandung, keempat PDAM ini sepakat melakukan kerja sama regional pemanfaatan sumber air di mana PDAM Subang menjadi pemasok untuk ketiga wilayah tersebut.

Naskah kesepakatan bersama (MoU) regionalisasi air baku ini telah ditandatangani di Bandung tanggal 12 April 2007 oleh pemimpin masing-masing PDAM yakni Dirut PDAM Subang Drs. H. Deddy Pujasumedi P. M.Si., Dirut PDAM Kota Bandung H. Jaja Sutardja, Dirut PDAM Kabupaten Bandung H. Rudie Kusmayadi, BE., M.Si, dan Direktur PDAM Sumedang Drs. Manu Adi Santoso, Ak.

15 Mata Air

Menurut Dirut PDAM Subang Deddy Pujasumedi, latar belakang dilakukannya regionalisasi air baku adalah tingginya permintaan akan layanan air bersih di wilayah Metropolitan Bandung. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan air bersih. Padahal di wilayah Kabupaten/Kota Bandung dan Sumedang mengalami kendala pasokan sumber air.

"Awalnya saya memprakarsai regionalisasi air baku ini dari laporan kelayakan keuangan USAID bahwa itu layak untuk menjadi project regionalisasi," aku Deddy, saat ditemui Majalah Air Minum di kantornya di Subang, belum lama ini.

Kemudian, ia melihat pengembangan di Kabupaten Bandung, khususnya di Bandung Barat, terutama di Kecamatan Lembang dan Kota Bandung, di mana animo berlangganan sangat besar namun sumber airnya terbatas. Di Bandung saja daftar tunggu pelanggan (waiting list) mencapai angka puluhan ribu.

"Bandung itu sejak 10 tahun terakhir dikenal krisis air bersih sedangkan pertumbuhan pembangunan sangat pesat dan mereka belum mempersiapkan daerah tangkapan air. Nah, kita kelebihan air, jadi kita memberanikan diri melakukan penawaran air dengan konsep regionalisasi air baku," katanya.

Langkah awal dari kerja sama ini, memang masih dalam konsep regionalisasi air baku. Namun Deddy tidak menutup kemungkinan bila nantinya berkembang ke arah konsep regionalisasi pengelolaan.

Diceritakan, setelah MoU regionalisasi air baku ini digulirkan kepada masing-masing pemda, ternyata diperoleh tanggapan positif. Pihak pemda pun ingin mengetahui berapa debit air yang dipunyai Subang, lalu berapa keperluan masingmasing PDAM yang nanti akan dipenuhi dari Subang.

"Akhirnya dengan kepercayaan tersebut, PDAM Subang bersama Pemkab Subang, memancing atensi kalangan DPRD dengan melakukan rapat pleno. Alhamdulillah banyak dukungan dari legislatif untuk bisa membantu mewujudkan pemanfaatan potensi air baku di Subang," urainya.

Menurut salah satu Ketua DPP Perpamsi ini, bila potensi sumber daya air di Subang bisa dikelola tanpa mengganggu peruntukan seperti lahan pertanian atau perikanan, tentunya bisa menjadi sumber PAD baru bagi Subang. Banyak pihak yang mengatakan bahwa Subang merupakan daerah yang kaya akan pertambangan dan gas. Namun, kata Deddy, hal tersebut belum kelihatan hasilnya. Berbeda dengan sumber daya air yang sudah kelihatan fisiknya.

Di Kabupaten Subang, lanjutnya, saat ini tercatat sekitar 15 mata air. Dari 15 mata air tersebut, hanya dua yang memiliki kapasitas besar yaitu Darmaga Pesanggrahan dengan kapasitas 2.610 liter per detik dan Cibulakan dengan kapasitas 1.610liter per detik.

Dikatakan Deddy, untuk regionalisasi air baku, rencananya hanya menggunakan satu mata air, yakni Darmaga Pesanggrahan. Dari kapasitas sebesar 2.610 liter per detik Darmaga Pesanggrahan, jumlah yang digunakan untuk pertanian, persawahan, perikanan dan lain-lain masih di bawah 800 liter per detik. Sisanya terbuang begitu saja. Sementara kapasitas terpakai PDAM Subang sendiri saat ini baru sekitar 450 liter per detik yang bersumber dari mata air, sumur dalam maupun air permukaan.

Investasi 23 Miliar

Menurut Deddy, saat ini kerja sama regional pemanfaatan sumber air empat PDAM masih dalam proses studi kelayakan dan pembuatan rencana induk SPAM oleh Departemen PU, serta studi kelembagaan yang disponsori ole USAID dan Universitas Padjadjaran. Studi ini direncanakan selesai akhir 2008.

"Jadi tahapan penandatanganan Mou sudah dilakukan, dukungan dari kepala daerah masing-masing PDAM sudah ada dan sekarang dalam proses studi. Setelah studi selesai, nanti akan kita expose ke masing-masing PDAM," ujar Deddy.

Dijelaskan, investasi yang dibutuhkan untuk membangun proyek regionalisasi air baku ini sekitar Rp 23 miliar. Dana ini rencananya bersumber dari sharing dalam bentuk penyertaan modal dari pemerintah pusat (APBN), Pemerintah Provinsi (APBD 1) dan Pemerintah Kabupaten Subang (APBD 2).

"Kekurangannya nanti kita akan coba cari dari investor, namanya Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Kita sudah berbicara banyak dengan Pak Rahmat Karnadi (Ketua BPPSPAM, red). Tadinya beliau akan membuat studi KPS. Namun setelah dilihat rupanya banyak sekali bantuan yang akan masuk ke Subang untuk regionalisasi ini, makanya untuk KPS belum dululah," urainya.

Untuk menekan biaya operasional pemakaian listrik yang pada akhirnya bisa menekan harga jual air, PDAM Subang telah melakukan konsultasi ke Departemen Elektro dan Departemen Mesin ITB. Oleh pihak ITB nanti akan dibuat studi kelayakan penyediaan energi dan sumber terbarukan untuk distribusi air dari Cipanugara sampai reservoir Jayagiri di Kabupaten Bandung. Dalam studi, akan terjawab bagaimana memanfaatkan energi-energi yang bisa dipadukan dan terbarukan yaitu energi air, angin, dan surya.

Karena masih tahap studi awal, kata Deddy, dalam satu hingga dua tahun kerja sama kemungkinan masih menggunakan listrik untuk menggerakkan pompa distribusi. Sebagai tahap awal, pihak PDAM Subang menawarkan harga jual air sekitar Rpl.500 per meter kubik kepada masing-masing PDAM.

"Kalau energi dan sumber terbarukan bisa terealisasi, berarti biaya kami untuk harga pokok produksi bisa diturunkan. Jadi nanti tidak terlalu memberatkan kepada harga rata-rata yang dijual PDAM masing-masing," jelasnya.

Rencana Induk SPAM

Regionalisasi air baku ini, menurut Deddy, sebenarnya sudah termaktub di dalam rencana induk (master plan) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kabupaten Subang hingga 20 tahun ke depan. Salah satu bab di dalam rencana induk itu membahas regionalisasi air baku empat PDAM. Namun begitu, nanti akan dibuat terpisah antara rencana induk SPAM Subang dengan rencana induk regionalisasi air baku untuk empat PDAM.

Dikatakan, di dalam rencana induk itu lengkap disebut berapa maksimum dan minimum debitnya. Kemudian lahan, tata ruang Subang itu akan berkembang ke arah mana. Lalu jumlah penduduk, penataan kawasan industrinya, serta keperluan untuk regionalisasi ke daerah tetangga. Supaya rencana induk ini jangan sampai sebagai hiasan saja, pihak PDAM akan mengusulkan Perda yang mengatur pemanfaatan sumber air, penyertaan modal, kelembagaan, serta Perda konservasi sumber daya air.

"Rencana induk ini harus bisa memproyeksikan pengembangan SPAM ke depannya. Nah yang sudah mengikuti jejak kami untuk pembuatan rencana induk itu PDAM Garut. Dan kami ditugasi oleh teman-teman pusat agar PDAM yang ada di Jawa Barat juga harus membuat rencana induk."

Adanya rencana induk, menurut Deddy sangat penting sebagai pertimbangan pusat ketika memberikan bantuan kepada daerah. Karena salah satu pertimbangan pusat ketika memberikan bantuan kepada daerah adalah adanya Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) dan rencana induk SPAM.

"Yang tidak punya tatanan seperti itu, tentu saja membuat pusat bingung untuk membantu. Justru di rencana induk itu disebutkan berapa sharing dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan PDAM sendiri," jelas Deddy.

Penyatuan PDAM

Pemekaran wilayah di banyak tempat, yang terkadang berujung pula pemekaran PDAM, menurut Deddy sangat tidak efektif bagi pengembangan PDAM. Banyak terjadi PDAM yang tadinya sehat lalu menjadi sakit, turun kelas dan sebagainya dikarenakan pemekaran. Jadi, kalau beberapa PDAM bisa menyatu, yang tadinya kecil menjadi besar, tentunya akan membuat pelayanan PDAM menjadi lebih baik.

"Seperti konsep yang dikembangkan PDAM Provinsi Sumatera Utara. Yang tadinya terdiri dari PDAM kecil digabung hingga menjadi sehat. Nah justru di kita, kalau konsep regionalisasi air baku digulirkan, bisa menjadi pionir dulu bagi empat PDAM," ujarnya.

Arahnya, menurut Deddy, kalau bisa se-Jawa Barat itu PDAM-nya cuma satu. Tapi hal tersebut harus dicontohkan dahulu kepada owner sejauh mana efisiensinya. Apakah jauh lebih baik untuk masyarakat, pemerintah dan sebagainya.

"Kita lihat dulu tahapannya di air baku dulu. Untuk Sumedang, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, misalnya jumlah sambungannya bisa meningkat, waitinglist-nya bisa terpakai, baru kita lihat efisiensi kalau menggabungkan PDAMPDAM tersebut," katanya.

Bagi Deddy, siapa pun pemimpinnya (dari PDAM manapun) tidak masalah. Yang penting adalah efektivitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat. Ahmad Zazili



Post Date : 30 September 2008