Saatnya Berbuat Nyata...

Sumber:Kompas - 05 November 2010
Kategori:Lingkungan

Pentingnya menanam pohon, menghemat air, serta memilah dan mendaur ulang sampah, sebagian besar masyarakat pasti sudah tahu. Hal sederhana yang dapat dilakukan masyarakat secara mandiri itu bisa turut membantu menjaga dan menyelamatkan bumi. Lalu, apa yang kurang? Melakukannya!

Ya.... Selama ini kesadaran untuk menciptakan lingkungan yang baik masih berada dalam tataran pikiran, harapan, dan cita-cita sebagian besar orang. Untuk mengubah keinginan itu menjadi sebuah tindakan ternyata masih sulit.

”Masyarakat sudah sadar pentingnya menjaga lingkungan. Tapi untuk mulai melakukannya tidak mudah. Meski bisa mendapatkan informasi dari buku atau internet, mereka sering kali bingung saat akan melakukannya sendiri,” ungkap Rima Mayasari, Mitra Pengembangan Matoa di Jakarta, Kamis (4/11).

Masyarakat yang sudah mengerti cara menjaga lingkungan sering kali tak percaya diri dengan apa yang akan dilakukan. Saat menghadapi kendala, mereka mudah bingung dan putus asa.

”Masyarakat perlu lebih proaktif. Mengubah pengetahuan yang dimilikinya menjadi tindakan nyata,” katanya.

Mandiri menjaga lingkungan itulah yang sejak 20 tahun terakhir dilakukan Kelompok Tani Sanggabuana pimpinan Chaeruddin alias Bang Idin di bantaran Kali Pesanggrahan, Jakarta. Didasari keprihatinan atas pembangunan Jakarta dan sekitarnya yang merusak lingkungan, seperti menebangi pohon, menguruk rawa, menutup aliran sungai, hingga menghabiskan ruang-ruang terbuka hijau, Bang Idin mencoba melakukan sebaliknya.

Sejumlah titik kali dibersihkan dari sampah, mulai dari Karang Tengah, Pondok Cabe, Cinere, Sawangan, hingga muara kali di Teluk Jakarta. Lebih dari 120 hektar bantaran kali disulap menjadi hutan dengan lebih dari 60.000 tanaman aneka jenis.

Prinsip yang ia pegang sederhana, alam bukanlah warisan nenek moyang, melainkan pinjaman anak cucu. Amanat itulah yang membuat Bang Idin bekerja sungguh-sungguh tanpa perlu menunggu instruksi pejabat atau proses seremonial. Baginya, sekecil apa pun yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi sesama dan sekitarnya.

Namun di Jakarta, ternyata banyak orang yang tak peduli dengan tempat tinggalnya. ”Meski warga Ibu Kota itu pintar-pintar, mereka kurang memahami pentingnya menjaga lingkungan,” ujarnya.

Tekanan ekonomi

Kalau masyarakat perkotaan merusak lingkungan karena ketidakpahamannya, masyarakat di pedesaan merusak karena ketidaktahuan. Hal itulah yang disadari Yayasan Kaliandra untuk mengonservasi Kawasan Gunung Arjuna, Pasuruan, Jawa Timur.

Faturrokhman, Manajer Pengembangan Komunitas Kaliandra, mengatakan, kesulitan ekonomi membuat masyarakat merusak hutan di sekitarnya. Akibatnya, hutan ditebang untuk diambil kayunya sebagai kayu bakar dan bahan arang kayu. Sementara lahan yang tertinggal digunakan sebagai lahan baru pertanian.

Tindakan merusak hutan itu jelas berisiko besar. Di Gunung Arjuna-lah sumber mata air Kali Brantas berada. Sungai terpanjang di Jatim itu menopang 60 persen kebutuhan air dari sebagian warga Jatim.

Survei awal yang dilakukan Kaliandra menunjukkan, 80 persen warga di sekitar Arjuna tidak paham arti pentingnya hutan. Bagi mereka, fungsi hutan hanyalah sebagai sumber ekonomi. Setelah dilakukan penyuluhan berkelanjutan, hasilnya tinggal 16 persen warga yang belum tahu arti pentingnya hutan.

Namun, setelah masyarakat paham, upaya yang harus dilakukan adalah mengalihkan kegiatan ekonomi mereka dari mengeksploitasi hutan menjadi memanfaatkan hutan secara berkelanjutan. Masyarakat diarahkan untuk hanya bekerja di kawasan hutan rakyat atau hutan produksi, tanpa menyentuh kawasan konservasi.

Hutan rakyat itu dapat ditanami dengan aneka tanaman buah ataupun pertanian organik. Untuk meningkatkan nilai tambah hasil hutan, aneka produk hutan dapat diolah menjadi barang-barang kerajinan serta pengembangan ekowisata.

Pengembangan ekonomi kehutanan itu membutuhkan dukungan banyak pihak. Jika hanya mengandalkan pemerintah, persoalan dana akan selalu menjadi hambatan.

Untuk itu, Kaliandra mengembangkan pola hutan asuh, yakni industri menyediakan bibit tanaman sebagai bagian tanggung jawab sosial (CSR) mereka, sementara masyarakat Arjuna yang merawatnya.

Di masa depan, cara ini diharapkan akan meningkatkan kualitas air Kali Brantas. Namun, itu membutuhkan dukungan masyarakat sekitar Gunung Arjuna lainnya yang ada di Kabupaten Mojokerto, Jombang, Malang, dan Kota Batu.

Sampah


Tindakan nyata menjaga lingkungan tak hanya dapat dilakukan oleh mereka yang ada di bantaran kali atau pedesaan. Masyarakat perkotaan pun bisa melakukannya dengan memilah dan mengolah sampah yang dihasilkan.

Seperti yang dilakukan sejumlah anak muda dari Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta yang tergabung dalam komunitas Sehat Bergairah ataupun Gerakan Orang Muda Peduli Sampah (Gropesh) yang beranggotakan pemuda-pemuda Gereja Katolik di sekitar Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.

Dengan kepeduliannya, mereka berusaha mengajak anak-anak dan orang muda untuk lebih peduli dengan sampah di sekitarnya agar lebih bernilai.

Ada pula yang sudah berhasil menjadikan sampah sebagai sumber ekonominya, seperti yang dilakukan Heryanti, pemilik Trashion di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Melalui industri pengolahan limbah plastik yang dikembangkannya, ia bisa mengumpulkan laba bersih Rp 5 juta-Rp 6 juta per bulan.

Ia juga mampu menciptakan lapangan kerja yang membantu masyarakat di sekitarnya dengan mempekerjakan 13 orang, mengakomodasi 10 pemulung, hingga memberdayakan belasan ibu rumah tangga di sekitarnya untuk membuat produk daur ulang sampah.

Semua itu menunjukkan bahwa siapa pun dan di mana pun kita dapat berperan menciptakan lingkungan yang lebih baik dan mengurangi pemanasan global. Tak perlu lagi banyak berteori, yang penting mulai bekerja sekarang! M Zaid Wahyudi



Post Date : 05 November 2010