Sampah Elektronik Belum Diatur

Sumber:Kompas - 16 Agustus 2010
Kategori:Sampah Jakarta

Jakarta, Kompas - Indonesia belum secara khusus mengatur penanganan sampah elektronik. Selain belum didefinisikan dengan jelas, Indonesia juga tidak memiliki tata cara pengelolaan sampah seperti komputer bekas, lampu bekas, baterai bekas, dan sampah elektronik lainnya.

Peneliti Indonesian Center for Enviromental Law, Dyah Paramita, menyatakan, karena tidak diatur secara khusus, pengelolaan sampah elektronik di Indonesia memakai kerangka pengelolaan limbah bahan berbahaya beracun (B3). ”Karena tidak memiliki kerangka pengelolaan sampah elektronik, tidak ada data berapa jenis maupun volume sampah elektronik Indonesia, baik yang dihasilkan Indonesia maupun yang diimpor,” kata Mita.

Sampah yang terkait barang elektronik pun diperlakukan sama dengan sampah organik. Baterai atau lampu listrik yang mengandung merkuri, misalnya, pembuangannya tercampur dengan sampah organik. ”Selain itu, sejumlah kasus impor sampah elektronik juga terjadi. Proses pemanfaatan sampah elektronik yang diimpor itu tidak terkontrol,” kata Mita.

Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2009 mengutip data Badan Pusat Statistik yang menyatakan, penduduk Indonesia menghasilkan 51,4 juta ton sampah per tahun. Sampah di luar limbah industri itu terdiri dari sampah bahan organik (65 persen), kertas (13 persen), plastik (11 persen), kayu (3 persen), dan sampah lainnya (1 persen).

Kendati volume sampah elektronik jauh lebih kecil dibandingkan total volume sampah, Direktur Bali Fokus Yuyun Ismawati menyatakan, pertumbuhan volume sampah elektronik paling tinggi. ”Pertumbuhan sampah elektronik tiga kali lebih cepat dibandingkan pertumbuhan sampah domestik,” kata Yuyun.

Menurut dia, Indonesia termasuk negara yang kerap mengimpor sampah elektronik untuk dijadikan bahan baku industri di dalam negeri. ”Sebagian masuk secara legal, tetapi banyak juga sampah elektronik yang secara ilegal. Sampah elektronik diolah ulang menjadi televisi rekondisi, misalnya, lalu diekspor ke jazirah Arab,” kata Yuyun.

Industri yang memanfaatkan sampah elektronik negara lain antara lain terdapat di Jawa Timur dan Batam. Sampah elektronik diurai atau dilebur untuk didaur ulang menjadi plastik, aneka jenis logam, atau dirakit ulang menjadi barang elektronik baru.

”Namun, dalam berbagai kasus Indonesia menerima kiriman sampah elektronik karena pengirimnya mencari harga pengolahan sampah elektronik yang lebih murah,” kata Mita. (ROW)



Post Date : 16 Agustus 2010