Sampah Menumpuk, Waspadai Leptospirosis

Sumber:Pikiran Rakyat - 15 Mei 2006
Kategori:Sampah Luar Jakarta
BANDUNG, (PR).Tumpukan sampah di 189 tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Bandung, selain mengundang lalat penular penyakit diare, difteri, dan tifoid, juga telah meningkatkan populasi tikus. Masyarakat perlu mewaspadai kehadiran binatang pengerat ini karena bisa menularkan penyakit leptospirosis yang gejalanya mirip flu.

Berdasarkan pemantauan PR di sejumlah TPS Kota Bandung, tumpukan sampah selama satu bulan terakhir ini juga telah mengundang kehadiran tikus. Kamali (66), yang tempat tinggalnya bersebelahan dengan TPS Jln. Peta, mengaku, tikus kerap menyerbu sekitar rumahnya pada malam hari. Kalau malam hari, tikus keluar dari tumpukan sampah dan berkeliaran di sekitar rumah. Ukurannya besar-besar, ujarnya.

Sejauh ini di Kota Bandung memang belum ditemukan kasus leptospirosis, termasuk di UGD Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Namun, masyarakat perlu waspada mengingat gejala penyakit ini hampir sama dengan flu.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, dr. Gunadi Sukma Binekas, mengatakan, tikus yang terinfeksi bakteri leptospira dapat menularkan penyakit itu kepada manusia melalui air yang tercemar bakteri tersebut. Penularan leptospirosis dapat terjadi ketika urine tikus masuk ke dalam tubuh manusia, antara lain melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata, dan hidung (misalnya saat mencuci muka). Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum manusia, ujarnya.

Gejala leptospirosis hampir mirip dengan flu yakni suhu badan tinggi secara mendadak, sakit kepala dan otot, serta mata tampak merah. Gejala biasanya akan muncul dalam kurun waktu 10 hari pascaterinfeksi bakteri leptospira.

Untuk memastikan penularannya, penderita harus melakukan tes darah. Karena itu, jika ada gejala tersebut disertai kontak secara langsung maupun melalui media, segera periksakan kepada tenaga kesehatan, ujarnya.

Menurut dia, pengobatan penyakit ini sebenarnya terbilang mudah yakni dengan antibiotika doksisiklin. Dalam periode satu minggu setelah pengobatan, suhu badan yang sebelumnya tinggi biasanya akan turun.

Menurut Gunadi, penyakit leptospirosis memang terbilang jarang ditemukan di Kota Bandung. Namun, adanya penyebaran tikus dari sampah harus menjadikan masyarakat lebih waspada.

Dalam berbagai literatur disebutkan, jika tidak segera diobati, penyakit ini bisa semakin parah. Justru, muncul nyeri luar biasa pada sejumlah bagian badan, sehingga membuat penderita tidak sanggup duduk atau berdiri. Jika pada tahapan ini tidak diobati, gejala bertambah parah dan tampak lebih khas.

Pada tahapan selanjutnya, penyakit ini bisa menyebar ke organ tubuh yang lain termasuk hati. Karena menyerang hati, pada stadium lanjut, muncul gejala penyakit kuning. Kulit dan putih mata menjadi kekuningan, selain tampak pula mata merah layaknya sedang sakit mata. Demam, kuning, dan mata merah, dianggap khas pada leptospirosis.

Gejala leptospirosis menjadi lebih berat jika tidak diobati atau pengobatannya tidak tepat. Komplikasi juga bisa terjadi ke selaput otak yang menimbulkan gejala nyeri kepala, kejang-kejang, leher kaku, dan penurunan kesadaran.

Komplikasi ke ginjal umumnya bersifat fatal. Angka kefatalan penyakit leptospirosis mencapai 5 persen, artinya 5 dari setiap 100 kasus bisa tewas. (A-131)

Post Date : 15 Mei 2006