Satu Sumur untuk 20 Mesin Pompa...

Sumber:Kompas - 25 Juli 2007
Kategori:Air Minum
Siti Aminah (30) menggendong putrinya yang masih berusia sembilan bulan tak jauh dari sumur bersama di Dusun Muntuksari, Rowosari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/7). Ketika pompa miliknya di sumur ini mengeluarkan suara gemuruh, dia lantas mencabut kabel listrik yang dilekatkan di pohon, bersama dengan belasan kabel lainnya.

Tidak jarang putrinya menangis karena kepanasan. Untuk menenangkan, dia lantas menyusui putrinya sembari menutupi sebagian kepala putrinya dengan selendang. Terkadang dia mendekat ke rumah penduduk untuk berlindung dari sengatan matahari.

Sudah satu jam lebih dia menunggui pompa miliknya yang diletakkan berdekatan dengan 19 mesin pompa lainnya. Namun, gentong di rumahnya belum juga penuh. Putrinya yang menunggu di rumah yang berjarak ratusan meter dari sumur juga belum datang memberi tahu air sudah penuh.

"Tidak menentu kapan penuhnya. Biasanya bisa sampai dua jam baru penuh, karena air di sumur asat (kering)," ujarnya.

Oleh karena itu, ibu lima anak ini hanya bisa menunggu dengan sabar bersama beberapa tetangganya yang juga menunggu di sumur tersebut. Bersamanya, ada dua perempuan dan seorang pria yang sibuk mendengarkan suara mesin pompa sembari mengobrol.

Siang itu, penduduk yang menunggu di sumur tidak terlalu banyak, karena sebagian sudah mengambil air pagi hari. Mereka berempat sengaja menunggu sampai pengguna sumur sepi, dan tidak harus sering mematikan dan menghidupkan pompa untuk menghemat biaya listrik.

Siti mengaku, saat musim kemarau ini rekening listriknya bisa mencapai Rp 150.000 per bulan. Padahal, biasanya hanya sekitar Rp 100.000.

Pada satu sumber air ini terpasang 20 mesin pompa. Sumur dengan kedalaman tiga meter ini tampak kering dan hanya menyisakan genangan di sekitar sumber air. Padahal, saat musim hujan, sumur itu penuh hingga menyentuh bagian atas sumur.

Sumur ini merupakan satu- satunya sumber air terdekat yang dapat digunakan sebagai sumber air minum. Pengguna sumur ini berasal dari RT 1 dan RT 2, RW 6, Dusun Muntuksari, Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Tak punya pilihan

Siti tidak memiliki pilihan lain. Untuk membeli air bersih, dia merasa berat lantaran penghasilan suaminya pas-pasan. Sebagai buruh bangunan, suaminya hanya berpenghasilan sekitar Rp 200.000 setiap minggu. Uang itu untuk kebutuhan hidup sekeluarga dan membiayai sekolah empat anaknya.

Menurut Sarmidi (45) yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari sumur, kondisi ini membuat beberapa warga sempat bertengkar soal antre air. Warga yang lama menunggu di sumur kerap jengkel terhadap beberapa warga yang langsung menghidupkan mesin pompa dari rumahnya.

Sumur ini memang sudah lama ada di Dusun Muntuksari, tetapi baru mulai tahun 1993 warga memasang mesin pompa, dan kian hari semakin bertambah.

Saat musim hujan ada 24 mesin pompa yang terpasang. Namun, memasuki musim kemarau, empat pompa dipindahkan pemiliknya lantaran tidak sabar menunggu sumber air yang kering ini. Selain sumur ini memang ada sumber air lain yang letaknya agak jauh. Namun, air sumur ini agak asin sehingga warga enggan menggunakannya untuk minum.

Lurah Rowosari Nur Rohim mengatakan, di kelurahan itu belum ada pengaduan dari masyarakat air benar-benar kering. Karena itu, bantuan air bersih belum akan dikirimkan. Air bersih bisa didapat dari PDAM atau dari sumur buatan yang baru jadi awal tahun 2007.

"Kalau memang sudah benar- benar kering, baru akan kami mintakan pengiriman air bersih dari PDAM Kota Semarang," katanya.

Warga tampaknya tetap harus bersabar mengantre dan menunggu air dari sumur tersebut hingga Pemkot Semarang benar- benar menganggap air di dusun ini sudah kering. ANTONY LEE



Post Date : 25 Juli 2007