Sebagian Besar Situ di Ibukota Tercemar

Sumber:Republika - 19 Oktober 2004
Kategori:Drainase
JAKARTA -- Tanah-tanah situ yang mendangkal diserobot warga untuk permukiman.Hampir sebagian besar situ di ibukota mengalami pendangkalan dan tercemar limbah. Bahkan data BPLHD menyebutkan dari 50 situ/waduk yang terdata pada tahun 1997/1998, pada tahun 2003 hanya tersisa 43 situ/waduk. Demikian dinyatakan Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan BPLHD DKI Jakarta, Yunani Kantawiria, kepada Republika pekan silam.

Menurut Yunani, pencemaran dan pendangkalan ini terjadi akibat pembuangan limbah semena-mena, tanpa terlebih dahulu diolah. Menurutnya, tanpa diurug pun, pembuangan limbah semena-mena ke dalam sungai selain mencemari kualitas air, juga mengakibatkan pendangkalan. Ia menyebut kualitas air situ di ibukota, tercermin dari kualitasnya secara fisik yang keruh, dan kandungan kimiawi yang cukup tinggi terutama phospat, dan amonia. Selain itu kandungan mikrobiologi seperti coli, dan coli tinja juga cukup tinggi.

Kandungan phospat, dan nitrogen yang terkandung dalam air merupakan zat kimia yang saling mengikat, dan hasilnya menjadi pupuk yang sangat berguna bagi tanaman. Akibatnya, kata Yunani, situ maupun waduk menjadi lahan yang sangat menyuburkan bagi perkembangan eceng gondok. Keberadaan eceng gondok ini, lanjutnya, mampu menyerap dan mengendapkan tanah, akibatnya, tanah tersebut terendap dan mendangkalkan situ.

Pendangkalan situ ini membuat lahan situ semakin berkurang. Akibatnya lahan kosong yang tidak terawat ini seringkali diserobot warga. Para penduduk mendirikan hunian di atas lahan situ yang sebenarnya tidak boleh dilakukan. Namun karena pengamanan yang kurang, akibatnya jumlah mereka yang menghuni kawasan ini justru semakin banyak.

Hal ini dibenarkan oleh Kasubdin Bina Program, Dinas Pekerjaan Umum DKI, Atty Angkasa. Ia menyebut banyak situ di ibukota yang dikuasai masyarakat dan beralih fungsi menjadi pemukiman. Salah satunya adalah Situ Mangga Bolong di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dari 12 hektare, kata Atyy, kini hanya tinggal 0,7 hektare. Ia menyatakan, alih fungsi ini terjadi akibat penyerobotan lahan situ oleh masyarakat.

Padahal, seperti yang dinyatakan Yunani, keberadaan situ ini bukan hanya sekedar kawasan resapan atau tampungan air. Melainkan juga sebagai pengendali banjir, bahkan bisa digunakan sebagai kawasan budidaya perikanan, maupun olahraga dan pariwisata.

Melihat pentingnya keberadaan situ, kata Atty, sudah dibuat kerja sama terpadu dalam rangka perlindungan dan pelestarian situ se-Jabodetabek. Kerja sama ini dilakukan dalam rangka mengurangi, dan mengendalikan banjir. Selain itu, upaya ini diharapkan bisa mengatasi kekeringan air dan krisis air, serta menjaga ekosistem. Bahkan Gubernur DKI menjadikan penanganan situ ini sebagai salah satu prioritas penanganan banjir DKI.

Saat ini, BKSP, selaku instansi yang menangani masalah situ ini, kata Atty tengah menginventarisir jumlah dan kondisi situ se-Jabodetabek. ''Nantinya akan ketahuan situ yang kondisinya paling parah, dan yang harus diprioritaskan penanganannya,''ujar Atty. Ia menyebut upaya ini sebagai langkah koordinasi yang positif karena melibatkan semua pemerintah daerah.

Meski ada BKSP, DPU DKI sendiri, kata Atty, dalam waktu dekat tetap akan melakukan tindakan bagi situ yang dianggap kritis. Sesuai SK Gubernur, kata Atty, ada 20 situ yang membutuhkan penanganan serius. ia menyebut bahwa langkah paling utama saat ini adalah mematok situ untuk mengamankan dari penyerobotan oleh masyarakat.

Atty juga menyatakan pihaknya akan melakukan penataan situ dengan menggunakan teknologi, misalnya dengan penurapan. Bahkan kalau memungkinkan, kata Atty, di sekitar lokasi situ akan dijadikan lokasi untuk rekreasi, dan olahraga. Namun harus ada jaminan bahwa dengan keberadaan arena tersebut, kondisi situ tidak akan tercemar.

Laporan : c02

Post Date : 19 Oktober 2004