Sebelum yang Ke-13

Sumber:Majalah Gatra - 22-28 November 2007
Kategori:Climate
Conference of Parties --CoP-- (Konferensi Para Pihak) adalah otoritas tertinggi dalam kerangka PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change, disingkat UNFCCC).

Conference of Parties --CoP-- (Konferensi Para Pihak) adalah otoritas tertinggi dalam kerangka PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change, disingkat UNFCCC). Ia merupakan asosiasi para pihak dalam meratifikasi konvensi yang bertanggung jawab menjaga konsistensi upaya internasional dalam mencapai tujuan utama konvensi.

Secara rutin, CoP akan meninjau komitmen para pihak. Terutama yang berhubungan dengan strategi komunikasi nasional dan pengalamannya menerapkan kebijakan nasional yang terkait dengan isu perubahan iklim. Termasuk menegosiasikan keterikatan negara-negara berkembang dalam mereduksi emisi gas rumah kaca, sebagaimana tercantum dalam Protokol Kyoto.

Konferensi Para Pihak diselenggarakan satu tahun sekali atau pada saat dibutuhkan (dalam kondisi tertentu, ketika para pihak menghendaki). Penentuan tempat penyelenggaraan CoP didasarkan atas tawaran yang disampaikan negara calon tuan rumah UNFCCC. Jika tidak ada penawaran, ecara otomatis CoP akan diselenggarakan di Sekretariat UNFCCC di Bonn, Jerman.

Demikian halnya dengan Presiden CoP, diusulkan oleh negara tuan rumah dan mendapat persetujuan secara aklamasi peserta CoP. Pertama kali CoP digelar di Berlin pada 1995. Sedangkan CoP yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Desember 2007 ini, memasuki kali ke-13.

Extraordinary CoP dapat diselenggarakan apabila dirasakan urgensinya atau adanya submission negara pihak secara tertulis dan didukung oleh setidaknya sepertiga dari jumlah total parties dalam jangka waktu enam bulan. Extraordinary CoP ini dilangsungkan tidak lebih dari 90 hari setelah permintaan tersebut menerima dukungan.

Seperti pada CoP Ke-6, berdasarkan deret hitung dalam skala resmi tahunan, terjadi satu kali ''kelebihan'' penyelenggaraan CoP. Penyebabnya, antara lain, CoP Ke-6 yang berlangsung di Den Haag, Belanda, pada tahun 2000 tidak menyelesaikan tugasnya, sehingga CoP Ke-6 Bagian II harus diselenggarakan enam bulan setelahnya di Bonn, yang lantas melahirkan Persetujuan Bonn (Bonn Agreement).

Sesi pertemuan CoP pada umumnya berjalan selama dua minggu dan dilakukan paralel dengan sesi Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body for Implementation (SBI), yang dihadiri ribuan peserta, termasuk delegasi pemerintah dan observer.

Dalam dua penyelenggaraan CoP awal, hampir tidak ada kesepakatan berarti dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Dua pertemuan itu mengisyaratkan perlunya sebuah protokol untuk memenuhi komitmen para pihak. Dan baru pada CoP Ke-3 di Kyoto, Jepang, tahun 1997, Protokol Kyoto untuk Konvensi Perubahan Iklim diadopsi.

Pertemuan permulaan para pihak sehubungan dengan adopsi Protokol Kyoto itu baru ditindaklanjuti secara khusus dalam CoP Ke-11, yang terselenggara di Montreal, Kanada, pada Desember 2005. Hal itu ditandai dengan diselenggarakannya Pertemuan Para Pihak tentang Protokol Kyoto (Meeting of Parties --MoP-- to the Kyoto Protocol) pertama.

Tahun-tahun berikutnya, MoP yang diselenggarakan secara paralel dengan CoP menjadi ''pertemuan khusus'' yang membicarakan kekuatan dan penegakan Protokol Kyoto. Dengan demikian, CoP Ke-13 yang terselenggara di Nusa Dua, Bali, kali ini menjadi arena MoP ketiga sepanjang sejarah konvensi.

Berikut ini adalah tinjauan ringkas penyelenggaraan CoP dari tahun ke tahun:

CoP Ke-1

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Berlin, Jerman.

Presiden CoP Ke-1 Terpilih: Dr. Angela Merkel, Menteri Lingkungan, Perlindungan Alam, dan Keamanan Nuklir Jerman.

Hasil: Mandat Berlin (Berlin Mandate). Antara lain berisi persetujuan para pihak untuk memulai proses yang memungkinkan untuk mengambil tindakan pada masa setelah tahun 2000, termasuk menguatkan komitmen negara-negara maju melalui adopsi suatu protokol atau instrumen legal lainnya.

Proposal tentang protokol yang diajukan oleh Alliance of Small Island States (AOSIS) atau Aliansi Negara Kepulauan Kecil dan proposal lainnya harus dimasukkan dalam proses tersebut.

Proses itu harus segera dimulai dengan urgensi yang tinggi, melalui pembentukan kelompok yang bersifat sementara (ad-hoc group) yang akan melaporkan hasilnya pada CoP Ke-2. Sesi kelompok ini harus dijadwalkan agar dapat segera menyelesaikan pekerjaannya pada awal tahun 1997 untuk diadopasi pada CoP Ke-3.

CoP Ke-2

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Jenewa, Swiss, Juli 1998.

Presiden CoP Ke-2 Terpilih: Chen Chimutengwende, Zimbabwe.

Hasil: Deklarasi Jenewa (Geneve Declaration). Berisi 10 butir deklarasi. Antara lain berisi ajakan kepada semua pihak untuk mendukung pengembangan protokol dan instrumen legal lainnya yang didasarkan atas temuan ilmiah.

Deklarasi ini juga menginstruksikan kepada semua perwakilan para pihak untuk mempercepat negosiasi terhadap teks protokol, yang secara hukum akan mengikat sehingga bisa diadopsi pada CoP Ke-3.

CoP Ke-3

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Kyoto, Jepang, Desember 1997.

Presiden CoP Ke-3 Terpilih: Hiroshi Oki, Ketua Badan Lingkungan Jepang.

Hasil: Adopsi Protokol Kyoto (Kyoto Protocol). Diterbitkan di Kyoto, 11 Desember 1997. Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah. Ditegaskan bahwa negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%).

Tujuan protokol ini adalah mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca --karbon dioksida, metana, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC --yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara tahun 2008 dan 2012.

Sebagai instrumen implementasi UNFCCC, langkah kecil Protokol Kyoto sangat besar artinya bagi upaya menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Jika dapat didemonstrasikan dengan baik, langkah awal Protokol Kyoto akan mendorong para pihak untuk membuat langkah-langkah lain --sebagaimana dirumuskan dalam penyelenggaraan CoP berikutnya-- yang lebih berarti.

CoP Ke-4

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Buenos Aires, Argentina, November 1998.

Presiden CoP Ke-4 Terpilih: Maria Julia Alsogaray, Menteri Sumber Daya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan Argentina.

Hasil: Rancangan Aksi Buenos Aires (Buenos Aires Plan of Action --BAPA). Merupakan CoP pertama yang dilangsung di negara berkembang. Bertujuan merancang tindak lanjut implementasi Protokol Kyoto berikut tenggat waktunya, terutama yang berhubungan dengan alih teknologi dan mekanisme keuangan --khususnya bagi negara-negara berkembang.

Kenyataannya, CoP Ke-4 ini tidak berhasil menjadwalkan implementasi Protokol Kyoto secara pasti. Namun dinilai cukup berhasil meletakkan landasan bagi CoP-CoP berikutnya. Antara lain melalui 19 keputusan menyangkut masalah teknis pengurangan emisi, keuangan, kelembagaan, dan pelaporan.

CoP Ke-5

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Bonn, Jerman, Oktober-November 1999.

Presiden CoP Ke-5 Terpilih: Jan Szyzko, Menteri Perlindungan Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan Hutan Polandia.

Hasil: Periode implementasi BAPA (CoP Ke-4) yang berisi pertemuan-pertemuan teknis yang relatif tidak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan besar. Dalam BAPA, para pihak mengalokasikan tenggat waktu dua tahun (CoP Ke-5 dan CoP Ke-6) untuk memperkuat komitmen terhadap konvensi dan penyusunan rencana serta pelaksaan Protokol Kyoto.

CoP Ke-6

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Den Haag, Belanda, November 2000.

Presiden CoP Ke-6 Terpilih: Jan Pronk, Menteri Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Belanda.

Hasil: Disebut-sebut sebagai malapetaka negosiasi dalam sejarah penyelenggaraan CoP. Tidak satu pun impelementasi BAPA yang berkaitan dengan pengoperasian Protokol Kyoto, yang merupakan agenda utama CoP-6 ini, dapat disepakati. Alhasil, diputuskan bahwa penyelesaian CoP Ke-6 ditunda (suspended) dan akan dilanjutkan (resumed) pada CoP Ke-6 bagian II yang diselenggarakan di Bonn, Jerman.

CoP Ke-6 Bagian II

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Bonn, Jerman, Juli 2001.

Presiden CoP Ke-6 Terpilih: Jan Pronk, Menteri Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Belanda.

Hasil: Kesepakatan Bonn (Bonn Agreement) dalam rangka impelementasi BAPA. Berisi, antara lain, mekanisme pendanaan di bawah protokol dengan referensi beberapa pasal Protokol Kyoto, membentuk dana baru di luar ketentuan konvensi bagi negara berkembang, dan membentuk dana adaptasi dari Clean Development Mechanism (CDM).

Sementara itu, untuk dampak negatif perubahan iklim, pendanaannya akan ditangani melalui Global Environmental Facility (GEF). Ada juga poin tentang pembangunan dan alih teknologi dengan membentuk kelompok ahli teknologi yang beranggotakan 20 orang dengan distribusi geografis merata.

CoP Ke-7

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Marrakesh, Maroko, Oktober-November 2001.

Presiden CoP Ke-7 Terpilih: Mohamed Elyazghi, Menteri Perencanaan Wilayah, Pedesaan, Perumahan, dan Lingkungan Maroko.

Hasil: Persetujuan Marrakesh. Tujuan utama CoP Ke-7 adalah menyelesaikan persetujuan mengenai rencana terinci tentang cara-cara penurunan emisi menurut Protokol Kyoto dan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan yang memperkuat impelementasi Konvensi Perubahan Iklim.

Tonggak penting CoP kali ini adalah disepakatinya implementasi BAPA yang sudah dibicarakan dalam tiga tahun terakhir, sehingga melancarkan jalan bagi efektifnya operasional Protokol Kyoto. Selain itu, delapan konsep keputusan yang berkaitan dengan keuangan dan pendanaan sebagaimana telah disepakati dalam CoP Ke-6 bagian II di Bonn segera diajukan dan diadopsi sebagai keputusan.

CoP Ke-8

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: New Delhi, India, Oktober-November 2002.

Presiden CoP Ke-8 Terpilih: T.R. Baalu, Menteri Lingkungan dan Kehutanan India.

Hasil: Deklarasi New Delhi (New Delhi Declaration). Deklarasi ini terdiri dari 13 butir sebagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim sembari mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Butir-butir itu, antara lain, menyebutkan: Protokol Kyoto perlu segera diratifikasi oleh pihak yang belum melakukannya. Butir lain menyebutkan, upaya antisipasi perubahan iklim harus diintegrasikan ke dalam program pembangunan nasional. Butir berikutnya menegaskan bahwa upaya menangani masalah-masalah air, energi, kesehatan, pertanian, dan keanekaragaman hayati melalui pembangunan nasional yang berkelanjutan perlu memanfaatkan Johannesburg Plan of Implementation.

Butir terakhir deklarasi ini menyebutkan, negara-negara industri yang tergabung dalam ANNEX I diingatkan untuk mengimplementasikan komitmennya terhadap UNFCCC. Sedangkan negara-negara ANNEX II diminta mewujudkan dukungan mereka terhadap upaya alih teknologi dan pengembangan kapasitas.

CoP Ke-9

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Milan, Italia, Desember 2003.

Presiden CoP Ke-9 Terpilih: Miklos Persanyi, Menteri Lingkungan dan Air Hongaria.

Hasil: Ada beberapa isu yang dibahas dalam CoP Ke-9. Antara lain aturan mengenai mekanisme pembangunan bersih di sektor kehutanan. Hasilnya berupa kesepakatan untuk mengadopsi keputusan kegiatan aforestasi dan reforestasi di bawah skema Clean Development Mechanism.

Juga dibahas isu-isu lain yang berkaitan dengan bukti ilmiah perubahan iklim, mekanisme pendanaan, dan tidak ketinggalan seruan untuk meratifikasi Protokol Kyoto. Namun CoP kali ini dianggap hanya menghasilkan peraturan untuk memberikan subsidi baru bagi proyek industri kehutanan.

CoP Ke-10

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Buenos Aires, Argentina, Desember 2004.

Presiden CoP Ke-10 Terpilih: Gines Gonzales Garcia, Menteri Kesehatan dan Lingkungan Argentina.

Hasil: Membahas adaptasi perubahan iklim dan menghasilkan Buenos Aires programme of work on adaptation and response measures. Delegasi dari negara berkembang menyatakan bentuk CoP-10 sebagai adaptasi CoP. Dengan demikian, tujuan CoP ini adalah mendorong negara maju mengalokasikan sebagian sumber dayanya untuk negara berkembang yang telah merasakan dampak buruk perubahan iklim.

Dalam COP Ke-10 ini, Amerika Serikat menyatakan kembali bersedia membicarakan isu perubahan iklim. Pembicaraan yang selama bertahun-tahun diabaikan oleh negara yang paling banyak mengeluarkan gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Posisi Amerika Serikat memang jelas. Amerika tidak percaya pada Protokol Kyoto dan hanya bersedia berpartisipasi dalam pertukaran informasi.

CoP Ke-11 (CoP/MoP Ke-1)

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Montreal, Kanada, Desember 2005.

Presiden CoP Ke-11 Terpilih: Stephane Dion, Menteri Lingkungan Kanada.

Hasil: Rancangan Aksi Montreal (Montreal Action Plan). Berdasarkan Artikel 13 Protokol Kyoto, para pihak yang telah meratifikasi protokol akan bertemu dalam Conference of Parties Serving as Meeting of Parties to the Kyoto Protocol (COP/MOP), yang dilangsungkan berbarengan dengan CoP.

Para pihak yang tidak meratifikasi protokol dapat hadir sebagai observer dalam COP/MOP, tapi tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan. Dalam CoP/MOP Ke-1 tahun 2005 dihasilkan salah satu keputusan penting: para pihak memutuskan untuk mempertimbangkan komitmen lanjutan ANNEX I untuk periode setelah 2012.

Hal ini mendorong pembentukan Ad-Hoc Working Group of Parties to the Kyoto Protocol (AWG) untuk menindaklanjutinya dan akan dilaporkan kepada COP/MOP. COP/MOP Ke-1 dilangsungkan bersamaan dengan CoP Ke-11 di Montreal pada 2005.

Isu-isu lain yang dibicarakan dalam CoP Ke-11 ini adalah menyelesaikan rincian tentang bagaimana melaksanakan Protokol Kyoto. Menggalang kesepakatan di antara penanda tangan Protocol Kyoto tentang rencana memperbesar pemotongan emisi gas rumah kaca setelah tahun 2012.

CoP Ke-12 (CoP/MoP Ke-2)

Tempat dan Waktu Penyelenggaraan: Nairobi, Kenya, November 2006.

Presiden CoP Ke-12 Terpilih: Kivutha Kibwana, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam Kenya.

Hasil: Tema perdebatan hangat berkaitan dengan impelementasi Protokol Kyoto dalam CoP/MoP Ke-2, yang diselenggarakan berbarengan dengan CoP Ke-12, ini adalah seputar pelaksanaan Komitmen Periode II setelah tahun 2012 (post-2012). Masalah penting yang menjadi perhatian pada Komitmen II adalah: berapa lama jangka waktu pelaksanaan Komitmen II? Berapa besar target emisi yang akan dicapai? Sektor apa yang akan menjadi perhatian utama?Apakah Clean Development Mechanism (CDM) masih dilaksanakan dengan skema yang sama atau ada perubahan? Apakah dimungkinkan pelaksanaan skema lain dalam Protokol Kyoto selain CDM?

CoP Ke-12 juga menetapkan five-year programme of work on impacts, vulnerability and adaptation to climate change. Ditujukan membantu semua pihak untuk meningkatkan pengertian dan pengkajian dampak, kerentanan dan adaptasi, serta untuk membuat agar keputusan mengenai aksi dan tindakan adaptasi yang praktis mendapatkan informasi yang memadai guna menanggapi perubahan iklim.

Pada sesi acara ''Statement of Head of Delegation'', 16 November 2006, Deputi III KLH sebagai ketua delegasi RI mewakili Menteri Lingkungan Hiidup menyampaikan national statement Indonesia. Statemen ini pada intinya menyampaikan posisi Indonesia perihal isu-isu adaptasi, simplifikasi prosedur CDM, deforestasi, dan komitmen post-Kyoto serta kesediaan Indonesia menjadi tuan rumah CoP Ke-13, CoP/MoP Ke-3, tahun 2007.



Post Date : 22 November 2007