Sedimentasi Waduk Ancam Persediaan Air

Sumber:Kompas - 07 Juli 2007
Kategori:Air Minum
Bendungan Serbaguna Wonogiri atau yang dikenal dengan Waduk Gajah Mungkur adalah salah satu waduk terbesar di Jawa Tengah. Sesuai dengan namanya, waduk yang merupakan daerah tangkapan air atau catchment area seluas sekitar 1.350 kilometer persegi ini memiliki berbagai fungsi.

alah satu fungsinya adalah sebagai pengendali banjir untuk mengamankan daerah Surakarta. Waduk ini dapat mengendalikan banjir dari 4.000 meter kubik (m) per detik menjadi 400 m per detik.

Selain pengendali banjir, waduk ini berfungsi mengairi daerah irigasi sekitar 30.000 hektar (ha) di lima kabupaten di Jawa tengah, yakni Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen, dan satu kabupaten di Jawa Timur, yakni Bojonegoro.

Waduk Gajah Mungkur juga berfungsi sebagai pemasok air baku untuk air perusahaan daerah air minum (PDAM) dan air industri, pembangkit listrik tenaga air sebesar 12,4 megawatt dengan produksi listrik sekitar 32.600 MWh per tahun.

Fungsi lain dari waduk sebagai perikanan darat, pariwisata, dan pemeliharaan atau penggelontoran Bengawan Solo pada musim kemarau untuk wilayah Provinsi Jateng dan Jatim.

Di bagian hilir Waduk Gajah Mungkur terdapat Bendung Colo di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Bendung ini berfungsi sebagai pengatur debit air yang dilepas dari waduk untuk keperluan irigasi Colo Barat dan Colo Timur serta pemeliharaan sungai di sepanjang aliran Bengawan Solo.

Sayangnya, saat ini sedimentasi yang sangat besar terjadi di waduk ini. Bahkan, berdasarkan informasi dari Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I, akibat sedimentasi itu, ketersediaan air di Waduk Gajah Mungkur pada 2007 diprediksikan semakin berkurang.

Elevasi air terendah di waduk saat ini berada pada angka 131 meter. Diperkirakan pengisian air waduk maksimum pada 2007 pada elevasi tertinggi adalah sekitar 136 meter dengan volume tampungan sebesar 508 juta m. Ini berarti volume air waduk yang dapat dimanfaatkan untuk layanan irigasi, air baku untuk PDAM, industri, dan pemeliharaan sungai diprediksi akan semakin berkurang.

Waduk ini menampung aliran Bengawan Solo dan beberapa sungai lainnya, yakni Kali Keduang, Kali Tirtomoyo, Kali Temon, Kali Alang, dan Kali Wuryantoro. Yang sangat memprihatinkan, saat ini di semua pintu masuk atau muara aliran air sungai ke waduk tersebut dipenuhi sedimentasi dan erosi.

Di muara Bengawan Solo di waduk terjadi sedimentasi dan erosi yang cukup besar. Namun, dari semua sungai yang memasok air ke Waduk Gajah Mungkur, Kali Keduang merupakan penyumbang sedimentasi dan erosi terbesar.

Di muara Kali Keduang di waduk kini terbentuk permukaan tanah yang memanjang dan membelah Waduk Gajah Mungkur dengan panjang lebih dari satu kilometer. Penumpukan tanah itu semakin besar dan melebar menuju ke arah tengah waduk dan membentuk delta.

Permukaan tanah inilah yang dimanfaatkan masyarakat sekitar waduk sebagai lahan pasang surut. Tanaman cabai, jagung, dan pisang menjadi langganan setiap air waduk surut. Tidak hanya di muara Kali Keduang, di muara Bengawan Solo di waduk juga terdapat permukaan tanah yang digunakan warga untuk menanam cabai dan jagung.

Demikian parahnya sedimentasi yang terjadi di Waduk Gajah Mungkur saat ini. Bahkan, dari Studi Penanganan Sedimentasi yang dilakukan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA), sumber erosi dan sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur berasal dari erosi tanah permukaan lahan, erosi jurang, longsoran (kegagalan lereng), erosi tebing sungai, dan erosi sisi badan jalan.

Di waduk ini terdapat 71 lokasi jurang dan 25 longsoran di daerah tangkapan air Wonogiri; jurang secara intensif terbentuk di lereng-lereng kawasan daerah aliran sungai Keduang. Sedimentasi dari jurang yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur diperkirakan 52.000 m2 per tahun, sementara longsoran sekitar 10.000 m3 per tahun.

Hasil sedimen dari tebing sungai dengan anggapan laju erosi 3,44 m3 per meter mencapai 88.940 m3 per tahun. Sedimentasi pada sisi tebing jalan dengan asumsi laju erosi 0,20 m3 per meter mencapai 7.300 m3.

Hasil sedimen tahunan ke Waduk Gajah Mungkur berasal dari erosi jurang, tebing sungai, dan sisi badan jalan. Rata-rata hasil sedimen tahunan ke dalam waduk (periode 1993-2004) sebesar 3,18 juta m3. Sumber erosi yang paling dominan berasal dari permukaan lahan yang volumenya mencapai 93 persen dari keseluruhan sumber erosi.

Jika berdasarkan sumber dan sungai, hasil sedimen tahunan ke waduk ini paling besar berasal dari Kali Keduang yang menyumbang sedimentasi sebesar 1.218.580 m3 per tahun. Di sungai ini erosi jurang tanah permukaan mencapai 1.134.300 m3 per tahun. Bengawan Solo penyumbang sedimen terbesar kedua, yakni sebesar 604.990 m3 per tahun dengan erosi tanah permukaan sebesar 591.300 m3 per tahun.

Dari analisis Tim Studi JICA, sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur periode 2004-2005 ditemukan bahwa kecepatan arus di kawasan sungai selama banjir sangat cepat, sedangkan yang di pusat waduk sangat lambat. Hampir tidak terjadi pertukaran sedimen antara kawasan Keduang dan hulu.

Kebanyakan sedimentasi terjadi di kawasan muara sungai dan sedimentasi berkembang secara perlahan menuju pusat waduk. Ketika permukaan air waduk lebih rendah pada awal musim hujan, terjadi arus balik ke arah pusat waduk akibat banjir di Kali Keduang. Sedimen yang dialirkan melewati intake sekitar 141.000 m dan hampir semuanya material lempung.

Dari verifikasi sedimentasi di waduk selama periode 1993- 2004, temuannya antara lain di Bengawan Solo dari kawasan sungai sedimentasi bergerak perlahan menuju pusat waduk. Di Kali Temon, ujung dasar sedimen mencapai kawasan sungai dengan ketebalan dua meter.

Di kawasan Kali Keduang, sedimentasi lebih kuat dan kedalaman maksimum sekitar empat meter. Ujung dasar sedimen dari Kali Keduang menginvasi ke pusat waduk dan mendekati intake sekitar dua meter.

Kepala Divisi Jasa Air Sumber Air Bengawan Solo, Perum Jasa Tirta I, Suwartono, menegaskan bahwa penanganan sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur tidak bisa dilakukan secepatnya, tetapi membutuhkan waktu cukup panjang.

Selain pembabatan hutan harus dikurangi, ada beberapa alternatif dari Tim Studi JICA untuk menghambat sedimen di Keduang, antara lain membuat pancang beton di hulu Keduang dan mengalihkan alur Kali Keduang agar menjauh dari intake. (INA/LAS/GSA/CAL)



Post Date : 07 Juli 2007