Sekolah Minim Terlibat Pengajaran Perubahan Iklim

Sumber:Kompas - 26 September 2009
Kategori:Lingkungan

Jakarta, Kompas - Perubahan iklim menjadi isu global yang terus bergulir, tetapi sekolah-sekolah di Indonesia justru belum serius memperkenalkan perubahan iklim dan langkah- langkah yang diperlukan guna mengatasi ancaman ini. Pendidikan perubahan iklim di sekolah-sekolah masih minim, sekalipun dalam muatan lokal pendidikan lingkungan hidup.

Kenyataan yang memprihatinkan itu terungkap dari hasil studi British Council pada 2.234 guru dan siswa SD hingga perguruan tinggi di Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua. Hasil penelitian dituangkan dalam laporan Mapping Climate Education in Indonesia: Opportunities for Development.

Tety Suryati, Koordinator Muatan Lokal Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat (25/9) di Jakarta, mengakui terbatasnya pendidikan perubahan iklim di sekolah. Siswa dan guru memiliki pemahaman terbatas soal itu.

”Pencegahan yang diperlukan sedini mungkin dan bagaimana tiap individu serta komunitas berkontribusi agar perubahan iklim tidak semakin buruk belum dipahami siswa dan guru. Kurikulum pendidikan lingkungan hidup juga masih belum fokus dan memberi porsi untuk pendidikan perubahan iklim yang berdampak buruk untuk Indonesia jika tidak ada kesadaran bersama untuk mengubah gaya hidup,” ujar Tety, yang juga guru di SMAN 12, Jakarta, itu.

Nita Irawati Murjani, Project Manager Climate Security British Council, mengatakan, pendidikan mempunyai peran penting untuk meningkatkan kesadaran tentang penyebab dan dampak perubahan iklim. Sayangnya, sekolah-sekolah belum sepenuhnya menyadari perannya sehingga kesadaran dan persepsi siswa dan guru soal perubahan iklim itu masih minim.

”Yang menyedihkan, masih banyak responden dari kalangan akademik yang mempunyai persepsi soal perubahan iklim itu sebagai kehendak Tuhan. Itu bisa berakibat kita memosisikan diri sebagai bagian pasif, mengesampingkan kontribusi kita sebagai penyebab masalah, sekaligus menganggap kita tidak berdaya menciptakan solusi dari masalah perubahan iklim,” kata Nita.

Mochamad Putrawidjaja, peneliti dari British Council, mengatakan, pendidikan perubahan iklim belum menjadi perhatian semua sekolah. Hal itu bisa jadi akibat dari belum diakuinya pendidikan perubahan iklim dalam sistem pendidikan nasional.

”Meskipun topik perubahan iklim disampaikan dalam mata pelajaran yang relevan, seperti biologi, fisika, dan geografi, atau muatan lokal pendidikan lingkungan hidup, topik perubahan iklim minim karena khawatir membebani siswa, kekurangan bahan ajar, dan teknik mengajar,” kata Putrawidjaja.

Padahal, saat ini perlu kesadaran yang lebih besar dari semua pihak di sekolah, baik kepala sekolah maupun guru, untuk memahami isu-isu lingkungan dan perubahan iklim, guna mengenalkan cara-cara praktis melestarikan lingkungan, seperti mengolah sampah dan menghemat listrik. Generasi muda yang akan menghadapi dampak diharapkan berpartisipasi lebih baik.

”Tempat cocok untuk membentuk perubahan perilaku dan menemukan solusi yang baik bagi masalah ini ada di sekolah. Hasil penelitian ini selain memotret kenyataan soal pendidikan perubahan iklim yang belum baik, juga kesempatan bagi semua pihak untuk bekerja sama mengatasi masalah ini,” tuturnya.

Amanda Katili Niode, Koordinator Divisi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Dewan Nasional Perubahan Iklim, mengatakan bahwa di Indonesia pendidikan perubahan iklim itu untuk membangun kesadaran, pengetahuan, mengubah sikap, menambah keterampilan, dan partisipasi. ”Supaya siswa, nantinya, jadi apa pun tetap mempunyai keberpihakan besar pada lingkungan hidup agar bisa mengurangi dampak perubahan iklim,” kata Amanda. (ELN)



Post Date : 26 September 2009