Selain Sehat, Juga Beradab...

Sumber:Kompas - 06 Juni 2008
Kategori:Sanitasi

Ainun (41) kini tidak perlu menunggu lama untuk memasak makanan yang setiap hari dijualnya di Pasar Johar, Kota Semarang. Meski di rumahnya hanya tampak kompor minyak tanah, ia telah menggunakan kompor gas setahun terakhir. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

Ternyata, setahun terakhir, ia dan warga RT 03/RW 04 Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, telah memasak menggunakan kompor biogas hasil pengolahan air limbah manusia dari sarana mandi cuci kakus (MCK) umum.

"Saya biasanya memakai kompor gas saat pagi hari. Untuk memasak lauk-pauk atau sayur, warga membayar Rp 2.000, kalau merebus air, cukup Rp 500," tutur Ainun.

Sarana MCK umum di Kampung Bustaman yang mulai dibangun tahun 2005 tersebut memang dilengkapi dengan sistem pengumpul gas hasil limbah manusia. Air limbah baik kencing maupun tinja dikumpulkan menjadi satu dan diolah untuk menghasilkan gas yang dapat diakses oleh semua warga.

Sarana MCK di Kampung Bustaman merupakan proyek percontohan dari program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) oleh Dinas Pekerjaan Umum. Di MCK tersebut, tersedia enam unit jamban dan empat unit kamar mandi. Kebutuhan air di MCK tersebut menggunakan air PAM.

Keberadaan Sanimas di Kampung Bustaman yang padat penduduk tersebut diakui warga telah mengubah kebiasaan hidup mereka selama ini. "Dulu, banyak warga yang buang hajat di sungai di sebelah kampung ini. Meski dulu ada kamar mandi umum, kondisinya sangat kumuh, selain bau, banyak warga yang mudah terserang penyakit," tutur Ketua RT 03/RW 04 Kampung Bustaman, Sukardi (62).

Luas Kampung Bustaman sekitar lima hektar dengan jumlah penduduk sekitar 990 jiwa yang terdiri dari 330 keluarga. Penduduk yang memiliki jamban secara pribadi hanya sekitar 50 persen saja, selebihnya menggantungkan pada MCK umum.

"Meski kalau pagi sering antre, keberadaan Sanimas sangat membantu kami. Paling tidak, warga sudah mulai tahu pentingnya kesehatan dan kebersihan sanitasi. Warga juga sudah merasa memiliki MCK ini sehingga pemeliharaannya tidak sulit," kata Sukardi.

Untuk sekali mandi, seorang warga dikenakan ongkos Rp 400. Namun, jika menggunakan MCK untuk mandi sekaligus buang hajat, warga dikenakan tarif Rp 600. Uang tersebut dimasukkan dalam kas dan digunakan untuk biaya operasi dan pemeliharaan.

Dari data Dinas Kesehatan, ketersediaan sanitasi di Kota Semarang memang belum optimal. Hal ini terutama terjadi di permukiman padat penduduk dan kawasan pedesaan.

Meskipun demikian, cakupan air bersih di Kota Semarang menunjukkan grafik yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, tercatat cakupan air bersih di Kota Semarang 92,8 persen dari total jumlah penduduk. Tahun 2007, angka tersebut meningkat menjadi 92,9 persen.

Kepala Seksi Penyehatan Air dan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Semarang Tuti Ekawati mengatakan, kondisi sanitasi di Kota Semarang belum bisa dibilang memuaskan. "Banyak yang belum menggunakan jamban model leher angsa. Selain itu, warga di sekitar sungai, masih banyak yang buang hajat langsung di sungai tanpa memikirkan dampaknya bagi kesehatan," jelasnya.

Selain itu, saat ini pemerintah Kota Semarang tengah menyiapkan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) yang merupakan proyek pemerintah pusat. Ditargetkan, proyek percontohan Pamsimas akan diterapkan di sembilan kelurahan di Kota Semarang.

"Supaya masyarakat bisa merasa memiliki, mereka juga akan dikenakan biaya sebanyak 20 persen dari total anggaran," jelas Tuti. Selain meningkatkan kesadaran warga terhadap hidup sehat, keberadaan Sanimas, menurut Sukardi, telah membuat hidup warga Kampung Bustaman sekarang menjadi lebih layak. "Selain sehat, juga beradab...," tuturnya. Upaya ini juga penting untuk mengingatkan semua pihak bahwa tahun 2008 ini adalah Tahun Sanitasi Internasional. (A05)



Post Date : 06 Juni 2008