Senyum Pencari Nafkah TPA Bantar Gebang...

Sumber:Kompas - 02 Februari 2004
Kategori:Sampah Luar Jakarta
KESUNYIAN di Tempat Pemusnahan Akhir Sampah Bantar Gebang mulai mencair seiring dengan adanya kesepakatan baru antara Bekasi dan DKI yang mengakui sama-sama membutuhkan lokasi pembuangan ini untuk menampung sampah warganya. Truk-truk sampah DKI dan Bekasi sudah kembali hilir mudik melewati Pangkalan Lima untuk menuju ke TPA Bantar Gebang setelah hampir sebulan berhenti. Para pencari nafkah, baik pendatang maupun warga setempat, yang belasan tahun menggantungkan hidup dari sampah atau pun keberadaan TPA ini, juga kembali berdatangan.

"Belum semua (pemulung) datang. Tetapi, Sabtu kemarin memang mulai banyak yang berdatangan. Biasanya dipanggil bos yang menampung mereka atau dengar dari teman lain. Saya perkirakan pemulung yang datang baru setengahnya," kata Muhamad Donny, warga Ciketing Udik, yang berada di sekitar TPA. Sebelum "ditutup", di TPA itu terdapat sekitar 6.000 pemulung.

Para pemulung yang kembali ke TPA Bantar Gebang sempat kelimpungan. Pasalnya, lapak- lapak yang menjadi tempat tinggal mereka banyak yang sudah dirobohkan para pemilik tanah. Akhirnya, para pemulung yang kehabisan duit terpaksa berdesak-desakan di lapak rekan-rekan lainnya.

"Alhamdulillah, saya senang sampah bisa dikirim lagi ke sini. Saya sudah kehabisan duit karena tidak bisa mencari sampah. Mudah-mudahan TPA ini dibuka seterusnya, ya," kata para pemulung riang menyambut dibukanya kembali TPA Bantar Gebang.

Setelah "puasa" memulung selama satu bulan, mereka terlihat sangat "haus" sampah.

Maka, ketika truk sampah DKI yang pertama masuk ke TPA, Rabu (28/1) sekitar pukul 11.00, mereka langsung menyerbunya. Mereka mengejar truk yang masih melaju tanpa peduli alat-lat berat yang sewaktu-waktu bisa menghantam tubuh mereka.

MEMANG kerumunan pemulung yang berebut sampah segar itu belum sebanyak biasanya. Hari pertama TPA Bantar Gebang dibuka, baru puluhan pemulung yang tampak asyik bekerja. Mereka ini adalah komunitas pemulung yang memilih tetap menunggu di TPA Bantar Gebang. Sementara ribuan pemulung lainnya memilih pulang ke kampung halaman masing- masing atau pindah ke tempat pembuangan sampah sementara di Cilincing, Jakarta Utara.

Perasaan riang dan lega tergurat jelas di wajah-wajah legam para pemulung. Begitu truk sampah pertama memuntahkan muatannya ke gunungan sampah lama yang sudah mengering dengan lincah para pemulung mengaiskan ganco di tangan dan melemparkan sampah yang tersangkut di ujungnya ke keranjang rombeng yang terikat di punggung.

Suryana (30), pemulung asal Karawang, mengungkapkan perasaan senangnya karena TPA Bantar Gebang kembali dibuka. Ia mengaku tak pulang kampung karena tak punya uang. Ia juga sempat ikut teman-temannya "hijrah" ke Cilincing. "Tetapi, saya enggak betah. Di sana enggak enak. Apa-apa mahal. Harus beli," katanya.

Lebih dari itu, di Cilincing ia juga kesulitan mendapatkan air bersih. Sebab, air di sana asin sehingga ia hanya bertahan empat hari lalu pulang lagi ke Bantar Gebang.

Selama tak ada pembuangan sampah, Suryana yang sudah enam tahun memulung di Bantar Gebang ini hanya bisa mengais plastik. Alhasil, pendapatannya pun sangat merosot. "Dalam 10 hari biasanya dapat Rp 200.000-Rp 300.000. Sejak ditutup, untuk dapat Rp 100.000 saja susah," katanya.

Perasaan gembira juga ditunjukkan Hamid (55), pemulung asal Banjar. Menurut dia, dengan beroperasinya kembali alat-alat berat di TPA Bantar Gebang yang bisa membongkar tumpukan sampah, peluang untuk mendapatkan beragam sampah, seperti mainan, sendok, dan sebagainya lebih besar. "Kalau cuma plastik dihargai Rp 100 per kilogram. Berbeda dengan mainan atau kaleng bisa Rp 600 per kilogram, kan untung," ujarnya.

Tak jarang para pemulung ketiban rezeki nomplok. Bisa saja tiba-tiba segepok uang di dalam amplop ditemukan atau perhiasan emas yang masih utuh. Maka, datangnya sampah memberikan harapan kembali bagi para pemulung.

BUKAN hanya komunitas pemulung yang menyambut gembira pembukaan kembali "sampah raksasa" warga DKI itu. Yanto (40), pedagang mi ayam yang biasa mangkal di antara tumpukan sampah, juga menyatakan syukurnya. Begitu mendengar kabar bahwa Rabu itu TPA Bantar Gebang benar- benar dibuka lagi, ia segera mendorong gerobaknya ke lokasi itu. Tanah yang becek akibat ceceran air lindi tak dihiraukan.

Baru saja dia datang, sejumlah pemulung sudah memesan mi. Bahkan, ada pemulung yang bercanda supaya semangkok mi ayam yang hanya dihargai Rp 2.000 itu bisa digratiskan sebagai rasa syukur dibukanya kembali TPA Bantar Gebang. Yanto pun cuma tersenyum. Maklum, hari itu memang hari pertama ia kembali lagi kepada para pelanggannya.

"Dari TPA ini ada, saya jualan mi ayam. Pas ditutup, ya saya terpaksa keliling kampung. Malah lebih capek, tetapi hasilnya enggak seberapa. Kalau di sini, tinggal nongkrong, pembeli datang sendiri," kata warga Cikiwul ini yang mengaku bisa membawa pulang uang Rp 200.000 per hari.

Pedagang makanan yang kebanyakan warga asli Bantar Gebang cukup menjamur di kawasan ini. Beragam makanan yang harganya sesuai dengan kocek pemulung bisa didapat, seperti gorengan, bakso, nasi kuning, teh, dan kopi. Dijamin, jualan pedagang makanan selalu laris manis.

Salah seorang sopir truk sampah Bekasi, Sumarno (38), mengaku senang TPA Bantar Gebang kembali beroperasi. Pasalnya, ia bisa mengirim sampah warga Bekasi ke TPA Sumur Batu yang bersebelahan dengan TPA Bantar Gebang.

Kalau semua yang menggantungkan hidup dari TPA Bantar Gebang senang, apakah Pansus TPA masih ngotot menolak pembukaan kembali TPA Bantar Gebang? (Ester Lince Napitupulu)

Post Date : 02 Februari 2004