Sistem Open Dumping belum Ditinggalkan

Sumber:Media Indonesia - 27 Juni 2012
Kategori:Sampah Luar Jakarta
PADA 21 Februari 2005 gunung sampah di Des Batujajar Timur, Kabupa ten Bandung, Jawa Barat longsor. Bencana di Tempat Pem buangan Akhir (TPA) Leuwigajah itu membuat 147 orang tewas dan terkubur di dalamnya.
 
Sistem pembuangan sampah ter buka dituding menjadi biang kelad bencana. Kini, setelah tujuh tahun sistem yang sama masih dipakai d banyak daerah termasuk di `Kot Kembang'--julukan Bandung.
 
Warga Kota Bandung menghasil kan sampah sekitar 7.500 mete kubik per hari. Kini, semuany dibuang dengan sistem terbuka d TPA Sarimukti di wilayah Kabupa ten Bandung.
 
“Sampah menjadi persoalan utama yang harus kami selesai kan segera. Pembangkit listri tenaga sampah (PLTSa) menjad pilihan kami karena lebih baik da ripada penumpukan terbuka (open , dumping) dan sistem lahan uruk a (sanitary landfill),“ kata Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi, , di Bandung, kemarin.
 
Namun, membangun PLTSa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sejak dirintis pada 2008, rencana pembangunan PLTSa di Kecamatan Gedebage tidak jua i terlaksana. Ribuan warga sekitar , lokasi menolak. 
 
Karena itu, sampah Kota Bana dung tetap dibuang dengan sistem terbuka. Edi pun hanya bisa ber harap warga mengatasinya dengan r mengolah sampah mulai dari linga kungan keluarga. “Tapi, faktanya, i sampai saat ini 90% warga masih malas mengolah sampah atau seka dar memilahnya,“ tambah Edi.
 
Open dumping juga masih jadi pilihan Pemkab Purwakarta, yang k harus mengurus 350 meter kubik i sampah domestik setiap hari. Dana yang dikucurkan APBD sebesar Rp4,3 miliar pun habis hanya untuk melakukan pengangkutan ke TPA Cikolotok, pemeliharaan kendaraan, dan sewa peralatan teknis.
 
“Kami sudah pernah mencoba melakukan proses pengolahan, tapi tidak optimal, sehingga kembali lagi ke penumpukan terbuka,“ aku Sekretaris Dinas Kebersihan dan Pertamanan Purwakarta Suhandi.
 
Pupuk organik 
 
Di Jawa Barat, Pemkot Cirebon selangkah lebih maju. Dinas kebersihan dan pertamanan menerapkan control landfill, sistem tengah antara penumpukan terbuka dan sanitary landfill. Sistem ini menerapkan pengurukan ketika tumpukan sampah mencapai ketinggian tertentu.
 
“Tahun ini, ada anggaran Rp140 juta untuk pengurukan tanah di TPA. Kami juga memanfaatkan lubang-lubang di eks galian C sebagai TPA,“ kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cirebon Eddi Krisnowanto.
 
Bergeser ke Jawa Tengah, pengelolaan sampah juga belum beringsut dari sistem penumpukan terbuka. Tahun ini, Pemprov Jawa Tengah dan Kementerian Pekerjaan Umum berencana mengolah sampah menjadi pupuk organik, yang dilakukan di Pekalongan, dengan kucuran dana mencapai Rp182,5 miliar. “Ini akan jadi contoh bagi daerah lain,“ tutur Gubernur Jateng Bibit Waluyo.
 
Di ibu kota provinsi, Kota Semarang, produksi sampah yang mencapai 4.725 meter kubik per hari tidak seluruhnya bisa terangkut ke TPA Jatibarang. Akibatnya timbunan sampah memenuhi sejumlah sungai.
 
“Kami sudah melakukan banyak hal, mulai dari mendirikan bank sampah, juga menggelar gerakan bersih,“ aku Wakil Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
 
Sistem penumpukan terbuka dan TPA yang sudah melebihi kapasitas pun menjadi masalah di Klaten, Jawa Tengah serta Malang dan Bojonegoro, Jawa Timur. Pun demikian di Yogyakarta, yang juga bermasalah dengan munculnya TPA ilegal di pinggiran kota. ERIEZ M RIZAL


Post Date : 27 Juni 2012