Solusi Sanitasi di Perkampungan "Pakumis"

Sumber:Buletin Cipta Karya - 01 Agustus 2007
Kategori:Sanitasi
Penggalan lagu lama bergenre campur sari itu sempat wira wiri di telinga warga Kota Semarang dan sekitarnya baik melalui radio maupun dari pecinta campur sari Kota Atlas tersebut. Apakah pesan dalam lagu itu menggambarkan keadaan Kali Semarang sebenarnya? Kali Semarang yang sering meluap akibat air pasang laut tersebut mestinya perlu dikhawatirkan dan dipikirkan. Apalagi jika tercemar oleh air limbah domestik masyarakat yang cukup rajin membuang limbahnya di Kali Semarang.

Sekitar 10% penduduk Kota Semarang tinggal di perkampungan padat, kumuh, dan miskin (Pakumis) yang tersebar di 16 kelurahan. Sekitar separuhnya hidup dengan kondisi sanitasi yang buruk, mereka tak memiliki jamban sendiri dan lebih mengandalkan MCK umum yang kondisinya tidak dilengkapi sistem pengolahannya.

Secara umum cakupan pelayanan sanitasi Kota Semarang sekitar 49% atau sebanyak 680.814 jiwa dari total jumlah penduduk 1.389.416 jiwa. Padahal akses penduduk pada prasarana dan sarana air limbah sangat berkaitan erat dengan kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan dan sosial budaya. Untuk meningkatkan akses penduduk terhadap prasarana dan sarana air limbah permukiman menjadi tanggung jawab bersama pernerintah, masyarakat maupun swasta.

Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman saat ini belum mencapai kondisi yang diinginkan, terutama di kawasan permukiman Pakumis di perkotaan. Salah satu solusi untuk meningkatkan prasarana dan sarana air limbah di permukiman Pakumis adalah melibatkan peran serta masyarakat. Contohnya melalui program pemerintah yang dikenal dengan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas).

Sanimas bertujuan memperbailki prasarana dan sarana sanitasi masyarakat dengan pendekatan berbasis masyarakat dan meningkatkan perilaku sehat serta pemanfaatan sarana sanitasi yang berkelanjutan.

Dengan program Sanimas ini diharapkan dapat meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat, menyediakan prasana dan sarana air limbah serta memberikan fasilitas inisiatif kelompok masyarakat.

Pilot Project Sanimas

Lokasi pilot project program Sanimas di Kota Semarang berlokasi di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah. Secara administratif, Kampung Bustaman berbatasan di sebelah utara dengan Kelurahan Tanjung Mas, sebelah timur dengan Kel. Kebon Agung, sebelah selatan dengan Kel. Jagalan dan sebelah barat dengan Kel. Kauman.

Kampung Bustaman memiliki luas sekitar 5 ha dengan jumlah penduduk 990 jiwa yang terdiri dari 330 KK. Pada umumnya, penduduk bekerja sebagai wiraswasta dengan rata rata pendapatan sekitar Rp. 750 ribu per bulan. Penduduk yang memiliki jamban sendiri hanya sekitar 55% selebihnya untuk keperluan buang air besar (BAB) menggunakan MCK umum.

Kondisi sebelum adanya program Sanimas menunjukkan, masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan BAB karena sarana MCK umum tidak dilengkapi dengan sistem pengolahan. Sebanyak 45% masyarakat tidak mempunyai jamban sendiri sehingga untuk BAB mereka menggunakan Kali Semarang sebagai jamban panjang yang mengakibatkan pencemaran kali tersebut, MCK umum kampung lain berjarak sekitar400 meter.

MCK plus yang dibangun melalui program Sanimas di Kampung Bustaman tersebut menempati lahan seluas 86,4 m2 (panjang 12 m dan lebar 7,2 m). Lahan tersebut milik pemerintah dengan status hak pakai. Jumlah pengguna MCK plus sampai saat ini sebanyak 124 KK atau 307 jiwa. Artinya, hampir separuh dari jumlah penduduk kampung tersebut sudah bisa memanfaatkan MCK plus. MCK plus memiliki komponen antara lain 6 WC, 4 kamar mandi, 1 tempat cuci. Komponen tersebut berada di atas kontruksi bangunan IPAL. Posisi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tepat di bawah MCK plus yang membutuhkan lahan seluas 73,6 m2. Kontruksi dilaksanakan pada bulan Nopember Desember 2006.

MCK plus ini menggunakan sistem pengolahan anaerobic yang terdiri dari empat unsur. Pertama, Bio Digester, yaitu sistem anaerob yang selain berfungsi sebagai unit sedimentasi juga sebagai pengumpul gas (bio gas). Bangunan ini berbentuk fix dome (setengah bola) yang dibangun di bawah permukaan tanah, dan bak peluapan untuk mengolah air limbah (air kencing dan tinja) yang bersumber dari kloset.

Kedua, Septik Tank yang berfungsi sebagai sedimentasi. Air limbah dari peluapan bio digester, kamar mandi, dan tempat cuci, masuk dan tinggal beberapa saat di bak sedimentasi ini untuk kemudian mengalir ke buffle reactor. Ketiga, Buffle reactor. Yaitu sistem anaerob dengan aliran air up flow, yang akan mengurangi tingkat polusi limbah, COD sampai 80%. Keempat, Anaerobic filter. Yaitu bak berisi filter batu vulkano yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkembangnya bakteri anaerob. Di bak inj tingkat polusi limbah, COD berkurang sampai 90%.

Sanimas dibiayai dengan sharing antara pemerintah pusat dan pemerintah kota, Borda dan masyarakat dengan jumlah total biaya sebesar Rp. 259.611.282.

Sanimas di Kampung Bustaman dikelola oleh badan pengelola yang disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanimas Pangrukti Luhur yang bertanggung jawab untuk pengoperasian dan perawatan instalasi pengolah limbah termasuk pemipaan. Sedangkan untuk biaya operasi dan pemeliharaan didapat dengan mengumpulkan iuran pengguna.

Pendapatan dari pemanfaatan MCK plus oleh masyarakat sebulannya rata rata pendapatan kotor Rp. 2.270.000, untuk biaya OP RR 1.320.000, sehingga pendapatan bersih RP. 950 ribu.

Setelah adanya program bisa dilihat kondisi seperti meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya kualitas lingkungan permukiman di sekitar lokasi program dan meningkatnya pendapatan masyarakat. (Alex A Chalik*)



Post Date : 01 Agustus 2007