Suderajat, Antara Tahu dan Irigasi Sumedang

Sumber:Kompas - 26 Juni 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
"Tong make duit. Nu penting aya kahayang," kata Suderajat empat tahun lalu, saat pertama kali mengajak teman-teman di kampungnya untuk membersihkan Bendungan Sentig yang penuh sampah. Ia mengingatkan teman-temannya agar tak perlu memikirkan imbalan uang, sebab yang terpenting adalah kemauan.

Kalimat tersebut bukan sekadar rangkaian kata kosong, tetapi prinsip ampuh untuk memiliki lingkungan yang bersih dan indah, seperti wajah lingkungan sungai di kampungnya puluhan tahun lalu.

Kenangan akan sungai yang indah pada masa kecilnya itu telah menumbuhkan kecintaan Suderajat (58) kepada lingkungan. Dulu, Bendungan Sentig, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, ini adalah sungai kecil bernama Cipeles.

"Sungainya indah sekali. Di pinggirnya ditumbuhi pohon dadap yang bunganya merah, berjejer panjang sekali. Kalau siang, kami duduk-duduk di pinggir sungai rasanya sudah damai," kata Suderajat.

Dia masih menyimpan gambaran keindahan itu. Jika wajahnya menoleh ke kiri atau ke kanan, yang tertangkap hanya warna bunga merah dan daun hijau. Dia melihat ke atas, tampak langit biru. Ia menengok ke bawah, bayangan warna-warna daun dan bunga pun jatuh pada air sungai yang bening. Saking beningnya air sungai, maka ikan salusur, kehkel, senggal, dan kancra berwarna kuning dan merah bisa terlihat dengan jelas.

"Dulu mah, kancra 11 kilogram teh gampang ditangkap. Ikan-ikan setelapak tangan orang dewasa juga banyak," kenang Suderajat yang selalu mandi di sungai setiap pulang sekolah, sekitar tahun 1950-an.

Tahun 1968, ia melihat di pinggir sungai sudah dibangun fondasi-fondasi. "Katanya untuk membuat bendungan yang dipakai guna irigasi," ucap Suderajat.

Baru pada 1972 bendungan itu dibangun. Air dari bendungan tersebut lalu digunakan untuk irigasi 17 desa di Kecamatan Ganeas, Cisarua, dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kini, sekitar 8.500 kepala keluarga penduduk pun bersandar dari bendungan.

Pohon-pohon dadap kemudian ditebangi. Namun, Suderajat tak merasa kehilangan, sebab dadap-dadap merah itu akan membantu menghidupi ribuan jiwa keluarga petani. Suderajat baru marah ketika menyadari semakin hari orang tak lagi mencintai sungai. Bendungan Sentig dipenuhi sampah dari pasar dan rumah tangga yang dibawa sejak dari hulu sungai.

Berkarung-karung sampah

Bendungan yang menyimpan kenangan indah tentang sungai kesayangannya itu makin hari kondisinya semakin menyeramkan oleh sampah. Setiap hari, sepulang dia bekerja di pabrik tahu, Suderajat menjala sampah-sampah itu. Tetapi, tenaganya tak cukup untuk mengenyahkan limbah yang datang dari hulu Sungai Cipeles.

Suderajat lalu mendatangi sembilan teman sekampungnya yang dulu hobi mencari ikan di sungai. Tak sulit mengajak teman-temannya untuk bekerja membersihkan sampah bendungan tanpa dibayar, karena semua memiliki kenangan dan harapan yang sama untuk sungai tersebut.

"Awalnya mereka memang bertanya, bagaimana membersihkannya? Kita, kan, tidak punya uang untuk membersihkannya. Tapi saya bilang, tak perlu pikirkan uang, yang penting ada kemauan. Kita kan masih punya tenaga," kata Suderajat.

Bahu-membahu Suderajat dan sembilan temannya membersihkan bendungan. Lebih dari 100 karung sampah mereka angkut dari bendungan. Tidak ada sedikit pun dana dari pemerintah.

Pabrik tahu

Suderajat sehari-hari bekerja di pabrik tahu. Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, tempatnya tinggal itu, terkenal dengan tahu sumedangnya yang berwarna coklat dan kulit seperti ditaburi pasir. Ia bekerja dari subuh hingga pukul 09.00. Setelah pulang dari pabrik, ia bertani dan memantau kondisi sungai. Gaji ayah dari lima anak itu Rp 900.000 per bulan.

Bagi dia, antara tahu dan irigasi erat hubungannya. Sebab dari uang gajinya, Suderajat bisa membeli beberapa alat sederhana untuk membersihkan bendungan dari sampah. Kadang ia butuh mengganti jala untuk mengambil sampah kecil.

Ia dan teman-temannya juga mengumpulkan uang masing- masing Rp 10.000 per bulan. Dana itu diperlukan untuk berjaga-jaga membeli alat-alat demi kepentingan menjaga lingkungan sungai. Ia bersyukur istrinya mendukung kegiatannya tersebut.

Semua teman-temannya di Kampung Andir, Rancamulya, Sumedang Utara, Jawa Barat, yang aktif membersihkan bendungan adalah petani. Mereka rela bekerja membersihkan bendungan dan memeriksa saluran irigasi yang bocor atau rawan longsor di sekitar desa mereka. Padahal, lahan pertanian di kampung mereka tak beririgasi, melainkan hanya lahan tadah hujan.

"Tidak masalah buat kami membantu merawat bendungan ini, karena letaknya ada di kampung kami. Saya sendiri percaya rezeki kami, termasuk dari bidang pertanian, Tuhan yang membagi," tutur Suderajat yang selalu berusaha menyekolahkan anak-anaknya hingga SMA. Anak pertama sampai ketiganya berhasil lulus SMA.

Pelestari air dan ikan

Empat tahun lalu dia mendirikan Himpunan Pelestari Air dan Ikan Sungai. Suderajat merasa perlu membentuk organisasi itu agar lebih punya "kekuatan" untuk membersihkan Sungai Cipeles dan Bendungan Sentig.

Tanah di sekitar saluran irigasi merupakan tanah yang kurang solid. Karena itu, jika hujan turun cukup lebat, hampir selalu terjadi longsor di beberapa titik. Ada sekitar 20 titik longsor di sepanjang saluran irigasi Sentig.

Sampai sekarang para petani yang menggunakan irigasi tersebut terus bekerja bakti membetulkan saluran yang terkena longsor. Bahkan, salah satu lokasi longsor, menurut para petani di Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kebupaten Sumedang, memiliki panjang longsoran hingga mencapai 40 meter.

Suderajat amat berharap pemerintah lebih memerhatikan saluran yang terkena longsoran karena di sana hajat hidup keluarga petani di Sumedang bisa terancam.

Sekitar tahun 2005 Suderajat mendapatkan penghargaan dari bupati setempat karena usahanya memelopori pembersihan sampah di bendungan. Saat ini bendungan sudah lebih bersih. Namun, Suderajat masih berharap pemerintah mau mendukung mereka untuk menggali lumpur yang mengendap di sekitar bendungan.

"Lumpur dan pasirnya bagus. Ini mungkin kalau pengerukan bisa berdampak baik untuk bendungan, dan bisa menjadi mata pencarian baru bagi masyarakat," kata Suderajat, kakek tiga cucu ini. YENTI APRIANTI



Post Date : 26 Juni 2007