SUMBER AIR TELAH TERCEMAR

Sumber:Media Indonesia - 16 November 2009
Kategori:Lingkungan

PENGANTAR AIR berubah menjadi sumber malapetaka. Bukan lagi sekadar basa-basi, bukan sekadar ancaman, melainkan sudah kenyataan. Situ Gintung menelan lebih 100 korban jiwa. Pada 2002, Jakarta hampir tenggelam karena banjir kiriman dari hulu. Saat ini, empat desa di kawasan Puncak tengah pucat pasi karena khawatir disapu air akibat pendangkalan telaga di hulu Sungai Ciliwung. Dampaknya akan terasa di Jakarta.

Media Indonesia bersama Metro TV mengarungi Sungai Ciliwung untuk memetakan ancaman dan petaka yang sedang membayangi kita semua. Kami sajikan secara bersambung mulai hari ini. S U J i NGAI Ciliwung yang melintasi wilayah DKI akarta merupakan nduk beberapa anak su ngai dari berbagai mata air. Salah satu mata air yang menjadi hulu Sungai Ciliwung adalah Talaga Saat di Kampung Cibulao, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bo gor, Jawa Barat. Telaga lainnya yang menjadi hulu Sungai Ciliwung antara lain Talaga Warna, Talaga Putri, Talaga Gayonggong, Talaga Panjang, Talaga Cibulao serta Talaga Pariuk.

Menurut legenda warga setempat, Talaga Saat mendapat nama demikian karena saat itu kondisinya tidak berbentuk seperti telaga (talaga = bahasa Sunda) atau danau.

Pada mulanya, Talaga Saat berbentuk lapangan atau rawa luas yang ditumbuhi semak belukar dengan kedalaman se kitar 35 meter. Jika tanahnya di injak, akan terasa di bawahnya terdapat air yang mengalir. Kata saat dalam bahasa Sunda berarti keadaan air yang mengering.

Sebelum masuk ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, air dari Talaga Saat yang memiliki luas sekitar 5,8 hektare terlebih dahulu masuk ke Sungai Citamiang. Limpahannya bersatu dengan aliran dari anak Sungai Ciliwung lainnya seperti Cisuren, Cimega Mendung, Cimandala, Cilember, Cidadap, Ciesek, Ciletuh, Gunung Mas, Cisampay, Cimubutan, Cisarua, dan Cigadog.

Pada 1970-an, di sekitar Talaga Saat, masih banyak pepohonan yang berdiri sebagai tanaman lindung khususnya jenis dadap. Seiring dengan perkembangan masyarakat, dalam 20 tahun kemudian, penebangan semena-mena untuk kayu bakar dan membangun rumah membuat sekeliling Talaga Saat yang berada di puncak gunung menjadi gundul.

Badri Ismaya, 60, penggiat lingkungan, menceritakan gundulnya sisi Talaga Saat telah mengakibatkan berbagai masalah. "Banyak sekali perubahan.

Pinggiran Talaga Saat yang dulu penuh pepohonan besar, sekarang sudah rusak," ujar Badri yang juga warga setempat.

Selain dampak langsung be rupa berkurangnya daya serap air, kondisi aliran mata air Talaga Saat tercemar oleh limbah domestik (perumahan) dan vila-vila sekitar daerah Puncak.

Warga sekitar yang dulu bisa mengonsumsi air Telaga Saat secara langsung kini harus menggali sumur untuk mendapatkan air bersih. Kedalaman sumur harus mencapai 14 meter untuk menemukan sumber air yang masih layak minum.

"Air jarak 3 kilometer dari Talaga Saat tidak bisa diminum lagi karena telah tercemar," tandas Badri.

Masalah itu terjadi pada sekitar 1995. Demi rupiah, pepohonan hijau ditebang untuk pembangunan vila. Suhu udara di sekitar Talaga Saat maupun Puncak ikut mengalami pening katan. Jika sebelumnya, maksimal 24 derajat celisius, kini bisa mencapai 28 derajat celsius.

Perubahan kondisi alam di kawasan itu membuat kawasan Puncak yang menjadi sumber air berubah menjadi langganan kekeringan.

Jika dulu pada musim kemarau, sumur-sumur air tetap bening, saat ini sebulan saja me masuki kemarau, warga sudah kesulitan mendapatkan air bersih.

Penghijauan Untuk mengembalikan kondisi Talaga Saat kembali ke habitatnya, Badri bersama-sama dengan warga yang tergabung dalam kelompok tani melakukan reboisasi di sekitar Talaga Saat. Sejak 2007, Badri bersama kelompoknya tidak henti menanam pepohonan jenis rasamala, puspa maupun damar di sekitar Talaga Saat. Luas lahan yang telah ditanami sekitar 1 hektare.

Badri secara pribadi bahkan sudah mulai melakukan penanaman pohon di sekitar DAS Ciliwung sejak 1980-an. Pria yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas dua sekolah rakyat itu melakukan penghijau an dengan menggandeng berbagai pihak.

Di antaranya Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, sekolah-sekolah atau pihak-pihak swasta yang peduli akan lingkungan. Semenjak terjadinya ban jir besar di Jakarta pada 2002, pemerintah juga melakukan pengerukan di pinggiran Talaga Saat.

Untuk menyemarakkan ulang tahunnya yang kesembilan pada 16 November, Metro TV juga terpanggil melakukan penghijauan di sekitar Talaga Saat. Sekitar 200 pohon rasamala dan puspa dari pembibitan milik Badri akan ditanam di sekeliling telaga itu.

"Saya berharap lebih banyak lagi yang memedulikan daerah hulu sungai ini agar keadaannya tetap lestari dan terselamatkan dari kerusakan." Maulana Fajar



Post Date : 16 November 2009