Sumber Energi Baru

Sumber:Kompas - 12 Desember 2007
Kategori:Climate
Nusa Dua, Kompas Sepuluh tahun Protokol Kyoto yang jatuh pada 11 Desember diperingati dengan berbagai kesedihan atas kondisi iklim bumi sekarang. Berbagai kalangan menegaskan perlunya keputusan baru dan segera agar tidak membuat umat manusia menderita akibat berbagai dampak buruk perubahan iklim global.

Badan Energi International (IEA) melalui Direktur Eksekutifnya, Nobua Tanaka, Selasa (11/12) kemarin, menegaskan, dunia membutuhkan kebijakan baru, sumber energi baru.

Tanpa kebijakan baru, emisi karbon terkait energi akan meningkat hampir 60 persen, mencapai 42 miliar ton (ekuivalen CO2) pada 2030. Ini lebih tinggi dari proyeksi tahun lalu yang sekitar 1,5 miliar ton karena jauh lebih besarnya penggunaan batu bara dari yang diperkirakan semula, paparnya.

Sumber energi terbarukan, seperti tenaga angin, ombak, dan matahari, bisa menjadi alternatif untuk mengurangi emisi karbon. Negara-negara di Eropa, di antaranya Jerman, Belanda, dan Inggris, seperti tampak pada gambar, sudah banyak memanfaatkan energi terbarukan ini.

Berlokasi di Burbo Bank, Semenanjung Liverpool, 25 turbin angin bisa menghasilkan energi bersih hingga 90 megawatt. Jumlah ini cukup untuk menerangi 80.000 rumah.

Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer, dalam jumpa pers menjelaskan, sejauh ini baru soal dana adaptasi yang sudah disepakati, yaitu dengan kesepakatan meminta sekretariat UNFCCC untuk mengelola dana itu dan menjadikan Bank Dunia sebagai penjaminnya. Dewan pengelola Eksekutif Dana Adaptasi disepakati beranggotakan 16 orang yang terkait dengan Protokol Kyoto.

De Boer juga menegaskan, deklarasi Bali harus mencantumkan tenggat waktu untuk penyelesaian perundingan, yaitu pada tahun 2009.

Jika tenggat waktu itu tidak ada, perundingan akan berlangsung terus, terus, dan terus tanpa jelas kapan akan selesainya, ujarnya.

Berdasarkan World Energy Outlook 2007 China and India Insights yang dikeluarkan IEA, emisi CO2 saat ini sudah 20 persen lebih tinggi dari tahun 1997 dan akan meningkat lebih besar lagi dan lebih cepat jika tidak segera ditangani sekarang. Efisiensi energi harus segera dilakukan dengan berbagai cara, serta mengalihkan investasi energi ke teknologi-teknologi yang lebih maju dan lebih efisien.

Efisiensi berperan penting. Berdasarkan perhitungan, setiap efisiensi satu dollar AS di China bisa menghasilkan penghematan tiga dollar AS untuk pembangunan pembangkit energi baru, kata Tanaka.

Efisiensi

Dalam banyak kasus di sejumlah negara, efisiensi energi terutama untuk gedung, bisa mengurangi kebutuhan pembangunan pembangkit energi baru di negara-negara berkembang.

Organisasi-organisasi nonpemerintah di bidang lingkungan hampir semua sepakat dengan angka-angka yang sudah dipaparkan para pakar. Yaitu perlunya mencegah kenaikan suhu bumi maksimal dua derajat, menstabilkan emisi CO2 di atmosfer pada 450 parts per million (ppm) yang harus bisa dicapai dalam 10-15 tahun, dan meningkatkan pengurangan emisi negara-negara maju 25-40 persen pada 2020 dari patokan tahun 1990.

Angka-angka yang disepakati para ilmuwan dan kalangan aktivis lingkungan itu sejauh ini belum disepakati pada perundingan di Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim. Beberapa delegasi bahkan meragukan angka-angka itu atau sebagian bisa masuk deklarasi yang akan dikeluarkan di Bali.

Akan tetapi, menurut De Boer, angka pengurangan 25-40 persen pada 2020 masuk dalam rancangan deklarasi sebagai panduan bagi semua pihak, tetapi tidak mengikat.

Tidak memadai

Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP) dalam laporan Human Development 2007/2008 dengan fokus khusus memerangi perubahan iklim menegaskan bahwa tingkat kerja sama internasional dan multilateralisme terkait perubahan iklim saat ini tidak memadai untuk memerangi perubahan iklim.

Sebagai prioritas, dunia membutuhkan sebuah perjanjian internasional yang mengikat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi dengan target jangka pendek dan jangka menengah yang tegas pula. Kerja sama internasional itu harus menyentuh masalah yang sangat penting, yaitu adaptasi, ungkap Kevin Watkins, direktur dan ketua penyusunan laporan pembangunan manusia.

Dalam laporan itu disebutkan, konsentrasi gas rumah kaca (GRK) saat ini sudah mencapai 380 ppm ekuivalen CO2, melampaui rentang alam selama 650.000 tahun terakhir. Pada abad ke-21, kenaikan suhu global bisa mencapai lebih dari lima derajat Celsius sehingga penting untuk mematok angka kenaikan suhu dua derajat.

UNDP mengingatkan, dampak dari kenaikan suhu sangat nyata bagi rakyat di banyak negara berkembang. Dicontohkan, di Etiopia dan Kenya, anak-anak di bawah usia lima tahun sekitar 36 sampai 50 persen akan menderita kekurangan energi jika mereka lahir pada saat musim kemarau. Untuk Etiopia, hal tersebut terlihat dari tambahan dua juta anak yang kekurangan gizi pada tahun 2005 lalu. Rakaryan Sukarjaputra



Post Date : 12 Desember 2007