Sungai Ciliwung dan Cisadane Meluap

Sumber:Kompas - 24 Januari 2005
Kategori:Banjir di Jakarta
Jakarta, Kompas - Belum lagi semua warga korban banjir kembali dari tempat penampungan sementaranya, Sungai Ciliwung kembali meluap, Minggi (23/1) siang. Ribuan warga pun harus kembali ke tampat penampungan.

Di Tangerang, Kali Cisadane yang membelah kota kemarin juga meluap dan membanjiri rumah-rumah warga di bantaran kali, terutama di Kelurahan Penanggungan Barat dan Penanggungan Utara.

Meski sistem informasi dini yang dikembangkan di Tangerang maupun Jakarta relatif baik, tak urung datangnya banjir ini mengagetkan warga. Sebab, banjir datang justru ketika cuaca di Jakarta dan Tangerang sangat cerah. Banyak warga di bantaran Ciliwung bahkan tengah menjemur berbagai dokumen atau membersihkan lantai dan perabotan lain ketika banjir datang.

Dari Palembang dilaporkan, banjir yang melanda sebagian daerah Sumatera Selatan belum juga mereda. Ratusan rumah warga di sekitar Sungai Musi, terutama di Kecamatan Ilir Barat I, masih terendam air. Demikian juga banjir di Kabupaten Ogan Ilir.

Sementara itu, warga Jakarta dan sekitarnya juga diimbau untuk tetap waspada mengingat kemungkinan terjadinya hujan lebat masih sangat besar, terutama di akhir bulan Januari hingga awal Februari. Kepala Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Banjir dan Pengungsi DKI Soebagio bahkan mengingatkan bahwa hari Selasa dan Rabu besok ada kemungkinan hujan deras di Jakarta. Jika itu terjadi, sementara hujan deras juga terjadi di kawasan hulu, dikhawatirkan banjir yang terjadi akan lebih besar.

Sejumlah warga di sekitar Ciliwung juga masih dihantui kecemasan akan terjadinya banjir yang lebih besar. Untuk itu, banyak warga yang selalu mengecek ketinggian air di Depok dan Bogor yang menjadi indikator datangnya banjir di Jakarta.

Dalam pemantauan Kompas, kemarin, air mulai masuk ke rumah-rumah penduduk di Kampung Melayu (Jakarta Timur) dan Bukit Duri (Jakarta Selatan) sekitar pukul 09.00 dan terus meninggi. "Air sampai dua meter lebih, sehingga kami buru-buru kembali ke pengungsian," kata sejumlah warga.

Lurah Kampung Melayu Lutfi Kamal mengatakan terpaksa membatalkan perintahnya untuk menutup posko pengungsian. "Sabtu malam saya sudah perintahkan menutup lokasi pengungsian karena banjir sudah surut. Akan tetapi, pada Minggu pagi ternyata ketinggian air di Depok tinggi lagi," katanya.

Akhirnya, empat posko penampungan di Kampung Melayu kembali diaktifkan. Sebanyak 725 orang di halaman SMP Santa Maria, 200 orang di Yayasan PTDI, 300 orang di RS Hermina, 100 orang di SMP 26, dan ratusan warga lain mengungsi di pinggir jalan.

Air juga kembali menggenangi warga di Kelurahan Bidara Cina dan Cawang. Susy, warga Bidara Cina mengatakan, luapan air memang tidak sedahsyat Rabu lalu yang mencapai seleher. "Minggu ini yang kebanjiran hanya yang di bantaran kali. Namun, saya masih menginap di rumah mama karena rumah di Bidara Cina belum bersih benar," katanya.

Di Tangerang, warga juga kaget atas datangnya banjir. Pagi tadi kami kaget melihat rumah Bang Rahmat terendam air setinggi pinggang orang dewasa. Sebab sama sekali tidak ada hujan," kata Yayan, warga Penanggungan Utara.

Meski tidak ada warga yang cedera atau mengungsi dan genangan sudah hilang pada pukul 12.00, peristiwa ini amat mengagetkan sejumlah warga. Sebab sejak hari Sabtu siang cuaca di Kota Tangerang amat cerah tanpa sedikitpun turun hujan.

Hujan terakhir di Tangerang turun pada Sabtu pagi, itupun hanya gerimis," kata Taryo, petugas Bendung Pasar Baru Tangerang yang merupakan pemantau utama arus Kali Cisadane di Kota Tangerang.

Didera Penyakit

Dari sejumlah lokasi penampungan sementara diperoleh informasi, warga korban banjir mulai terserang Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan penyakit kulit. Sedikitnya 343 pasien rawat jalan di 45 pos kesehatan yang tersebar di tempat-tempat pengungsian lima wilayah Jakarta. Kalau penanganan pasca banjir tidak secepatnya diantisipasi, dikhawatirkan para korban banjir di tempat pengungsian atau yang masih bertahan di rumahnya akan terkena diare, tipus, demam berdarah dan leptospirosis.

Kepala Dinas Kesehatan DKI A Chalik Masulili mengatakan, meningkatnya jumlah penderita ISPA dan kulit merupakan akibat turunnya daya tahan tubuh ditambah dengan banykanya lumpur dan genangan air kotor yang masih tersebar lokasi banjir.

"Penyakit-penyakit ini akan muncul pascabanjir jika tidak segera diantisipasi. Bahkan penyakit leptospirosis tidak tertutup kemungkinan muncul lagi pada pascabanjir tahun ini," jelas Masulili.

Data dari Dinas Kesehatan DKI menyebutkan, sampai puSabtu lalu, tercatat 45 pasien di Jakarta Pusat antara lain di Petamburan dan Karet Tengsin. Sementara di Jakarta Utara 58 pasien, 34 pasien di Jakarta Barat dan satu pasien di Jakarta Selatan. Sementara sisanya sebanyak 205 pasien di Jakarta Timur.

Dana Banjir

Menanggapi bencana banjir yang pertama terjadi di awal tahun ini, kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI menyatakan kecewa terhadap program pengedalian banjir yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI. Sebab, dana yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI setiap tahunnya selalu naik, tetapi manfaat dan hasil dari pengendalian banjir belum dirasakan secara nyata dan langsung oleh masyarakat. Hal itu ditandai dengan tidak adanya pengurangan satupun jumlah daerah genangan air yakni 78 titik lokasi.

Ketua Komisi D DPRD DKI Sayogo Hendrosubroto mengatakan, tahun 2004 Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta mengalokasikan dana 291,7 miliar untuk pengedalian banjir, sedangkan tahun 2005 dianggarkan Rp 799,500 miliar.

Dana tahun 2004 itu antara lain dialokasikan untuk pemeliharaan pengendalian banjir Rp 42,5 miliar, perencanaan teknik Rp 1,2 miliar, pembangunan pengendali banjir Rp 39,6 miliar, operasi pengendalian banjit Rp 15 miliar. Dana tersebut di luar alokasi anggaran yang diajukan Suku Dinas Tata Air di wilayah kota misalnya Jakarta Pusat Rp 3,29 miliar, Jakarta Utara Rp 15,5 miliar, Jakarta Barat Rp13,9 miliar, Jakarta Selatan Rp 10,2 miliar dan Jakarta Timur Rp23,5 miliar serta Kepulauan Seribu Rp3,6 miliar.

"Di atas kertas anggaran yang terserap memang besar tapi kenyataan di lapangan masih jauh dari yang diharapkan," jelas Sayogo.

Kalangan DPRD DKI juga sempat mempertanyakan realisasi penggunaan anggaran tahun 2004 untuk pos Dinas PU yang mencapai belasan persen hanya dalam waktu beberapa hari, pada saat terakhir pembahasan RAPBD DKI Jakarta. (IVV/PIN/NWO/dot/mul/eca)

Post Date : 24 Januari 2005