Tiga Tahun Sudah Air Merendam Sekolah

Sumber:Kompas - 20 Maret 2012
Kategori:Drainase
Sejak tahun 2009, air tidak pernah meninggalkan halaman SD dan SMP Esti Bakti di Gang Taniwan, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Kini, ketinggian air yang merendam sebagian besar kompleks sekolah itu sudah 30-50 sentimeter. Akibatnya, para siswa tidak bisa melakukan upacara bendera dan pelajaran Olahraga.
 
Kepala SD dan SMP Esti Bakti Agustinus Budi Riyanto (59), Senin (19/3), mengatakan, saluran air di sekitar sekolah sama sekali tidak berfungsi. ”Sudah tiga tahun ini air tidak bisa keluar dari halaman sekolah. Satu tahun terakhir, genangannya semakin parah,” katanya.
 
Begitu memasuki gerbang sekolah terlihat hamparan air menutup seluruh halaman sekolah. Rumput-rumput tinggi muncul di tengah air. Di halaman belakang, tanaman kangkung tumbuh subur di atas genangan. Ada dua kolam ikan mas dari semacam jala di dekat teras.
 
Jika berangkat ke sekolah, para siswa harus bertelanjang kaki atau memakai sandal karena jalan menuju kelas mereka sering terendam. Sampai di kelas, mereka baru berganti sepatu. Mereka juga bermain-main di sekitar air yang merendam halaman depan dan belakang, lapangan voli, dan taman. Bahkan, mereka sampai mencebur ke genangan itu.
 
Tidak takut gatal-gatal? ”Sudah biasa. Kalau istirahat sering main ciprat-cipratan air atau mencari ikan. Banyak, lho, ikan kecil-kecil di sini,” kata Revin Susanto (12), siswa kelas VI.
 
Revin bersekolah di Esti Bakti sejak TK. Sudah dua tahun terakhir TK Esti Bakti tutup. Dua ruang kelas TK terendam air hingga 30 sentimeter.
 
Saat ini ada 92 siswa SMP. Siswa SD berjumlah 230 orang, 174 orang di antaranya berasal dari keluarga tidak mampu. Kebutuhan mereka, mulai dari makan, seragam, alat tulis, hingga biaya sekolah, ditanggung oleh pihak Yayasan Esti Bakti selaku pendiri sekolah.
 
Resapan hilang
 
TK, SD, dan SMP Esti Bakti didirikan tahun 1971 di lahan seluas 8.888 meter persegi. Di sekeliling sekolah berdiri permukiman penduduk yang padat. Kawasan Kapuk sudah berganti wajah menjadi kawasan industri. Beberapa perumahan elite juga berdiri di sekitar wilayah itu.
 
Sebagian besar daerah resapan air hilang. Ditambah saluran air yang tidak berfungsi, air hujan dan air got meluap ke lingkungan sekitar, meninggalkan genangan yang sulit surut.
 
”Kami sudah dua kali menguruk tanah di sekolah ini. Yang pertama setinggi 40 sentimeter tahun 2006, lalu 30 sentimeter tahun 2010. Pengurukan ini jadi dilema tersendiri. Kalau terus diuruk, mau seberapa tinggi. Kalau semakin tinggi, warga sekitar juga protes karena air akan semakin tinggi menggenangi rumah mereka,” kata Budi.
 
Suryanto dari Bagian Umum Yayasan Esti Bakti menuturkan, ada rencana untuk menyedot air yang menggenangi sekolah. ”Cuma bingung, airnya mau dibuang ke mana. Tidak ada saluran air di sekitar yang bisa menampung,” katanya.
 
Kemarin, sebuah mobil pompa tiba untuk menyedot genangan itu. Akan tetapi, petugas kesulitan menyedot genangan karena tidak ada tempat pembuangan. Selang yang dibawa petugas pun tidak sampai ke saluran yang bisa menampung air.
 
”Kalau hanya sekali sedot begini memang tidak akan menyelesaikan masalah. Harus dibuat saluran air permanen sejajar tembok sampai ke saluran air yang menembus ke Kali Angke. Cuma, belum ada dananya,” ujar Suryanto.
 
Untuk merelokasi atau membangun sekolah menjadi dua lantai, menurut Budi, biayanya terlalu besar. Sampai saat ini belum ada donatur yang bersedia membantu.

Hanya prihatin
 
Ditanya soal bantuan dari pemerintah, Budi menuturkan, selama ini mereka hanya mengandalkan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Namun, hanya sebagian dana BOS yang bisa dimanfaatkan untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
 
”Setiap bulan ada penilik sekolah yang datang kemari untuk meninjau. Mereka hanya bilang ikut prihatin,” kata Budi.
 
Kepala Suku Dinas Pendidikan Dasar (Sudin Dikdas) Jakarta Barat Delly Indirayati mengaku belum menerima laporan mengenai genangan yang sudah tiga tahun merendam SD dan SMP Esti Bakti. ”Belum ada laporan kepada kami. Semestinya dari penilik melapor ke camat, lalu ke Sudin,” katanya.
 
Delly mengatakan, pihaknya akan meninjau, mengkaji, dan memutuskan sejauh mana Pemerintah Kota Jakarta Barat bisa memberikan bantuan. ”Kalau terkait kegiatan belajar-mengajar, itu kewenangan Dikdas. Kalau menyangkut bangunan, itu tanggung jawab yayasan masing-masing karena mereka swasta,” ujarnya.
 
Revin dan teman-temannya hanya bisa berharap genangan air itu segera lenyap dari sekolah dan mereka bisa belajar dengan nyaman. (fro)


Post Date : 20 Maret 2012