Toilet dari Beton Daur Ulang

Sumber:Kompas - 11 Maret 2011
Kategori:Sanitasi

Pengalaman menjadi sukarelawan di Yogyakarta saat Gunung Merapi meletus menimbulkan kesan mendalam bagi Muhammad Yanuar Ardi, Kurnia Widiantoro, dan M Bahtiar Arief. Ketiganya mahasiswa semester VIII Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Solo, Jawa Tengah.

Mereka menyaksikan sulitnya korban bencana di pengungsian mencari fasilitas toilet. Kesulitan ini berujung pada lingkungan yang tidak sehat.

Dari keprihatinan tersebut terbetik ide di benak ketiga mahasiswa itu. Pada Holcim Innovation Hunt 2010, ketiga mahasiswa yang bergabung menjadi Tim Proton menciptakan toilet portable dengan sistem knock-down (bongkar pasang).

Mereka memilih beton daur ulang sebagai bahan toilet. Material itu terbuat dari bahan daur ulang, seperti beton kupasan permukaan jalan, runtuhan bangunan, baik akibat bencana alam maupun sisa proyek. Di Indonesia, penggunaan limbah masih jarang meski jumlahnya berlimpah. Sebaliknya, di negara seperti Jerman dan Austria, limbah itu dijual secara komersial.

Ramah lingkungan

”Penggunaan beton daur ulang mengurangi pencemaran lingkungan dan memberi nilai ekonomis pada limbah. Produknya juga lebih awet,” kata Muhammad Yanuar Ardi didampingi kedua rekannya dan dosen pembimbing mereka, Sholihin As’ad, Selasa (1/3).

Beton daur ulang dihasilkan dengan menghancurkan limbah hingga berukuran kurang dari 1 sentimeter persegi. Kemudian dicampur dengan bahan beton halus, semen, air, silicafume (butiran halus untuk membuat campuran beton lebih padat), dan pengencer beton. Komposisi ini mengikuti formula pembuatan self-compacting concrete (SCC), yaitu beton yang dapat memadat tanpa bantuan vibrator atau alat seperti molen.

”Tujuan kami untuk memopulerkan SCC karena menghemat tenaga dan waktu. Di Indonesia baru diterapkan untuk pembuatan Jembatan Suramadu dan sebuah jembatan di Jakarta,” kata Sholihin.

Adonan beton lalu dicetak menjadi kepala, badan, leher, dan laci kloset, serta septic tank dan leher angsa. Rangkaian toilet ditambah penutup, besi pendorong, besi penopang, dan roda.

Karya ini meraih juara kedua dalam final lomba yang dilaksanakan 21-23 Februari 2011 di Bandung, Jawa Barat. Babak final diikuti 12 tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, UNS Solo, dan Institut Teknologi Bandung. Mereka terpilih dari 45 tim peserta awal dari berbagai perguruan tinggi.

Yanuar mengatakan, untuk tahap pertama perlu biaya Rp 5,68 juta per unit karena pembuatan cetakan perlu biaya besar. Untuk produksi selanjutnya harga per unit bisa ditekan jadi Rp 1,5 juta, bahkan bisa lebih murah jika dibuat secara massal. Produk toilet portable

yang sudah ada di pasaran umumnya berharga Rp 13,5 juta per unit.

Selain untuk penggunaan di tempat pengungsian bencana, toilet ini dapat dimanfaatkan untuk acara temporer, seperti konser musik, atau pameran. Kotoran padat akan mengendap di laci kloset, sedangkan sisa cairan dialirkan melalui selang pembuang. Setelah laci penuh yang ditandai dengan indikator, kotoran dapat disedot ke bak penampungan atau dibubuhi serbuk organik agar terurai secara alami. Sri Rejeki



Post Date : 11 Maret 2011