Toilet Gaya Baru untuk Menyelamatkan Lingkungan

Sumber:Jurnal Nasional - 18 Maret 2010
Kategori:Sanitasi

BANYAK hal sederhana yang bisa kita lakukan sebagai upaya menyelamatkan lingkungan dan mengurangi dampak pemanasan global. Misalnya, dengan mematikan lampu ataupun alat pemanas ruangan dan air jika memang tidak digunakan. Menanam pohon seperti yang dikampanyekan secara besar-besaran saat ini, juga cukup efektif membantu mengembalikan suhu bumi menjadi “nyaman”.

Akan tetapi, ada satu cara unik yang dilakukan oleh masyarakat Eropa guna memperlambat proses kerusakan lingkungan yang sebagian besar disebabkan oleh buruknya aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Bahkan, pemerintah dari tujuh negara Eropa tersebut menyatakan dukungannya dan tidak sabar agar metode itu segera diluncurkan ke pasar.

Lalu, apa teknologi baru yang mereka temukan? Ternyata sebuah toilet duduk yang memiliki dua lubang untuk dua jenis “sampah” manusia. Jika, toilet duduk yang dipasarkan (konvensional) saat ini memiliki satu lubang yang digunakan untuk membuang feses maupun urine, maka tidak demikian dengan toilet duduk gaya baru ini.

Menurut dua ilmuwan asal Swiss, Judit Lienert dan Tove Larsen, toilet duduk yang diberi nama NoMix ini bisa memberikan solusi yang cukup baik untuk memecahkan masalah penghematan air dan pencemaran air tanah, khususnya jika hilir dari toilet itu adalah sungai.

Keduanya sepakat bahwa air urine dan feses dipisahkan, maka bisa mengurangi jumlah nitrogen dan fosfor yang akan masuk ke aliran sungai. Dua senyawa yang bisa mengganggu kesehatan air maupun biotanya.

“Saat tiba di pabrik pengolahan air limbah masyarakat (PAL), kandungan urine ternyata terdiri atas 80 persen nitrogen dan 50 persen fosfor. Jika dua senyawa itu masuk ke air sungai, maka akan mengancam kehidupan ikan maupun biota sungai lainnya,” kata sang ilmuwan.

Selain itu, keuntungan dari penampungan dan pemisahan air urine tersebut ternyata bisa langsung digunakan sebagai pupuk alami. Bisa dimanfaatkan secara pribadi maupun massal, seperti untuk di perkebunan maupun pertanian. Setidaknya untuk saat ini tujuh negara di Eropa yakni Swiss, Jerman, Austria, Luxemburg, Belanda, Swedia, dan Denmark, menyatakan dukungannya untuk pemasaran toilet duduk berteknologi pemisah ini. Setidaknya sekitar 80 persen pengguna menyatakan dukungannya atas ide ini, dan banyak yang bersedia untuk menggunakannya di tempat kerja atau di rumah.

“Antara 75 hingga 85 persen pengguna menemukan bahwa desain ini lebih bersih, tidak berbau dan jauh lebih nyaman dibandingkan tempat duduk toilet konvensional. Sekitar 85 persen dari pengguna siap menggunakan urine yang disimpan sebagai pupuk,” ujar ilmuwan Swiss.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah masih tetap mau menggunakan toilet alami yang langsung menuju sungai? Atau siap untuk mengembangkan berbagai teknologi yang lebih ramah lingkungan? Masih jauh nampaknya. Suci DH/www.sciencedaily.com



Post Date : 18 Maret 2010