Untuk Proyek BKT, Rumput Wargapun Diganti

Sumber:Kompas - 11 Juni 2004
Kategori:Umum
LANGSUNG saja Pak, saya minta Rp 5 juta per meter persegi," seru seorang ibu dengan lantang saat berlangsung sosialisasi pembebasan lahan untuk proyek Banjir Kanal Timur di Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Dalam serangkaian pertemuan antara Panitia 9 Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur dan warga yang tanah beserta rumahnya terkena saluran Banjir Kanal Timur (BKT), teriakan lantang seperti itu kerap terdengar. "Namanya juga minta, terserah kita kan." Begitu biasanya warga beralasan saat ditanya mengapa meminta harga terlalu tinggi. Akibatnya, realisasi pembebasan lahan pun tertunda karena sulitnya mencapai kesepakatan harga.

Seperti tak menghiraukan tuntutan warga, Pemkot Jakarta Timur bersikukuh akan membayar ganti rugi tanah sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993. Tanah bersertifikat hak milik akan diganti rugi 100 persen dari nilai jual obyek pajak (NJOP), sedangkan untuk tanah bersertifikat hak guna bangunan atau masih berwujud girik, ganti rugi hanya 90 persen NJOP.

Inilah yang membuat warga terus bertanya-tanya. "Untuk apa diadakan musyawarah harga jika pada akhirnya harga tetap diputuskan sesuai keppres?" Begitu gerutu seorang warga yang tak mau disebut namanya. Ia menduga, pemerintah hanya sekadar basa-basi mengajak warga bermusyawarah. Sebab, kenyataannya, musyawarah hanya dijadikan ajang untuk menyampaikan aturan main dan pengumuman.

Wajar jika warga gerah. Pasalnya, proyek BKT ini seolah "mengusir" mereka dari rumah yang telah ditempati bertahun-tahun. Padahal, itu rumah mereka yang sah, yang dibeli dengan hasil keringat sendiri. Apalagi, ada tanah milik warga yang selama ini "disumbangkan" untuk jalan dan belum diganti rugi.

Untuk ganti rugi bangunan dan tanaman, pembayaran merujuk Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta. Harga bangunan tertinggi (rumah permanen kelas satu), misalnya, Rp 922.000 per meter persegi. Untuk bangunan semipermanen, ganti rugi senilai Rp 304.640 per meter persegi. Lalu untuk bangunan biasa, ganti rugi senilai Rp 232.515 per meter persegi, sedangkan untuk bangunan darurat dihargai Rp 152.308 per meter persegi.

Itu baru bangunan, belum termasuk pohon pisang di depan rumah atau pohon mangga di halaman belakang. Untuk tanaman berusia antara 1-3 tahun, ganti rugi senilai Rp 120.000 per pohon. Pohon yang berusia 10 tahun ke atas tentu ganti ruginya lebih besar.

Hiasan dinding semacam relief pun dihargai. Untuk relief tipe A, ganti rugi senilai Rp 90.000 per meter persegi, sedangkan relief tipe B senilai Rp 60.000.

"Semua itu ada aturannya. Bahkan, rumput pun dihargai," kata Dady, staf Bagian Administrasi Wilayah Pemkot Jakarta Timur. Dan memang benar, rumput hias milik seorang warga akan diganti rugi senilai Rp 6.000 per meter persegi.

RABU (9/6) lalu Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A Halim sudah mengeluarkan SK Nomor 55 Tahun 2004 mengenai Penetapan Bentuk dan Besarnya Ganti Kerugian atas Bangunan, Tanah, dan Tanam-tanaman yang ada di atas lahan BKT di Kelurahan Cakung Timur. Ganti rugi tetap sesuai dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993.

Menurut Kepala Subbagian Administrasi Wilayah Pemkot Jakarta Timur Lukman Hakim, SK dibuat berdasarkan berita acara musyawarah harga dengan warga pada tanggal 19 Mei 2004 lalu. "Jadi, itu sudah kesepakatan dengan warga, bukan kami yang langsung menentukan," katanya.

Dengan adanya SK itu, tidak lama lagi warga akan mendapat ganti rugi tanah sesuai dengan NJOP, Rp 335.000 per meter persegi. "Kalau tanah yang dibebaskan mencapai 25 hektar, berarti ganti rugi lebih kurang Rp 75 miliar. Namun, kami masih akan menghitung ulang," kata Lukman.

Mengenai status tanah milik PT Modernland di Kelurahan Cakung Timur, menurut Lukman, masih diteliti di Badan Perencanaan Urusan Tanah yang menerbitkan surat izin peruntukan penggunaan tanah. "Jadi, belum tentu tanah itu adalah fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang harus diserahkan kepada Pemprov DKI," katanya.

Berdasarkan SK Gubernur, PT Modernland harus menyediakan fasos/fasum untuk taman kanak-kanak, taman bermain, mushala, pos kesehatan, balai warga, dan pos keamanan. Total luas lahan mencapai 87.946 meter persegi. Fasos/fasum itu akan digunakan untuk 30.552 jiwa.

"Namun, tempat itu kan sekarang masih berbentuk tanah, belum dibangun menjadi fasos/fasum," kata Lukman.

Koesnan sendiri mengatakan, sebagian tanah di Cakung Timur itu memang masih milik warga karena pengembang belum membelinya. "Tidak dibebaskan, tanah masih milik warga. Namun, kalau dibebaskan, seharusnya tanah itu untuk fasos/fasum yang harus diserahkan pengembang. Pengembang harusnya menyerahkan tanah fasos/fasum kepada Pemprov DKI karena itu memang hak DKI," paparnya.

Untuk tahun 2004 ini, memang baru lahan di Kelurahan Cakung Timur yang siap digali. Adapun lahan di Duren Sawit dan Cipinang tampaknya masih alot untuk dibebaskan karena warga belum menyepakati harganya. (susi ivvaty)

Post Date : 11 Juni 2004