Wajah Kali Jakarta yang Penuh Sampah

Sumber:Koran Tempo - 07 Januari 2008
Kategori:Sampah Jakarta
Sudah 23 tahun Murni tinggal di tepi Kali Maja, Kelurahan Pegadungan, Jakarta Barat. Ketika masih kanak-kanak, Murni kecil sering berenang dan bermain-main di Kali Maja, yang airnya jernih dan dasar sungainya berpasir.

Kini kenangan indah itu telah terkubur. Sungai yang menjadi tempatnya bercengkerama bersama teman-temannya dulu kini telah berubah menjadi kotor dan bau. "Sungai ini penuh sampah sejak permukiman di sini mulai padat," ujar Murni, 23 tahun, saat ditemui Tempo, Selasa lalu, saat mencuci pakaian di Kali Maja, yang airnya kini berwarna abu-abu dan penuh sampah.

Ibu dua anak itu juga masih ingat betul di tepi Kali Maja dulu banyak pepohonan yang membuat suasana sejuk. Kini pepohonan itu hilang, digantikan oleh permukiman penduduk. Keberadaan permukiman itu turut menyumbang sampah di Kali Maja.

Dua bulan lalu, pada peringatan 100 hari kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Wali Kota Jakarta Barat dan masyarakat kerja bakti mengeruk kali. Tak hanya mengeruk sampah, Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air juga membangun dinding batu pada pinggiran kali itu.

Setelah pengerukan selesai, sampah setinggi 50 sentimeter sepanjang 1 kilometer dibiarkan teronggok di pinggir kali itu. Kini dua purnama telah lewat, gundukan sampah itu masih teronggok di pinggir kali. Warga yakin pemerintah segera membuang sampah itu. "Mungkin besok (diangkut)," ujar Ketua RW 09 Haji Bironi, Selasa lalu.

Tapi, hingga kini, sampah itu tak juga dibuang. Akibatnya, aroma busuk setiap hari tercium oleh warga. Bila cuaca panas, debu dari sampah itu mengotori rumah warga. Dan, bila turun hujan, sampah itu kembali masuk ke kali. Tak hanya itu, gundukan sampah yang meluber sampai ke jalan membuat lalu lintas di Jalan Bambu Larangan di pinggir Kali Maja macet.

Murni heran kenapa pemerintah hanya mengeruk sampah tanpa membuang sampah itu. Dia yakin aparat tahu keberadaan sampah itu mengganggu aktivitas warga. Sebab, kantor Dinas Kebersihan Jakarta Barat berlokasi hanya 200 meter dari onggokan sampah di pinggir Kali Maja. Selain itu, truk sampah setiap hari parkir di kompleks perumahan pegawai negeri dekat rumah Murni. "Tapi truk itu nggak mau angkat sampah ini," ujar Murni kesal.

Menurut seorang pegawai Suku Dinas Kebersihan yang enggan disebutkan identitasnya, sampah dari kali itu bukan tanggung jawab Dinas Kebersihan, melainkan tanggung jawab Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air. "Kami hanya bertugas angkut sampah warga di permukiman," kata pegawai itu.

Karena saling lempar tanggung jawab itulah membuat 13 kali di Jakarta kini dalam kondisi sangat memprihatinkan. Contohnya Kali Ciliwung. "Setiap hari rata-rata 30 meter kubik sampah dihasilkan di kali ini," ujar Adi Wibowo, operator pintu air Manggarai.

Menurut Adi, pihaknya setiap dua hari sekali mengeruk kali itu, tapi sampah tak juga surut. Malah semakin menggunung, dari sampah rumah tangga sampai industri. "Bahkan bangkai manusia pun di buang di Ciliwung," kata lelaki yang sudah sembilan tahun bertugas di pintu air Manggarai itu.

Menurut dia, kalau musim hujan, warna air Ciliwung normal. Tapi, pada Juni dan Juli, ketika air surut, warna air Ciliwung berubah menjadi hitam atau merah. "Itu limbah pabrik, tapi entah pabrik apa," ujarnya.

Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat Heryanto mengatakan sampah di pinggir Kali Maja belum diangkut karena dana normalisasi kali tahun ini sudah habis. "Kami sudah mengajukan anggaran 2008 untuk normalisasi kali sebesar Rp 215 miliar," ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta Slamet Daryoni mengatakan, dengan dana sebesar itu, idealnya pengerukan sungai dapat dilakukan sepanjang tahun. Tapi, kenyataannya, sampah dikeruk hanya pada Oktober dan November.

Selain itu, pemerintah dapat menyelamatkan daerah bantaran selebar 20 meter sepanjang sungai atau kali dari permukiman liar. "Bantaran itu adalah jalur hijau yang tak seharusnya ada rumah, kecuali pepohonan," kata Slamet. Berdasarkan data Relawan Lahan Basah Jakarta, pada 2006 sebanyak 60 persen kawasan bantaran sungai di Jakarta sudah beralih fungsi menjadi permukiman.

Slamet yakin, jika pemerintah konsisten menggunakan anggaran yang ada, mimpi punya kali yang bersih dan airnya jernih bakal terwujud. Tapi harapan itu masih jauh panggang dari api. Sebab, kata dia, pemerintah tak konsisten menegakkan aturan. Warga yang tinggal di bantaran kali justru ditarik pajak dan diberi akses listrik. Di belakang Sungai Krukut, misalnya, pemerintah membangun gedung Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Karena ketidakkonsistenan itulah Murni pun pesimistis Kali Maja akan bersih seperti dulu. "Anak-anak tak mungkin bisa berenang di kali yang kotor seperti ini," ujarnya.

Sudah saatnya pemerintah serius menggunakan anggaran sebesar Rp 215 miliar itu secara maksimal. Agar wajah kali di Jakarta tak lagi suram. AMANDRA MUSTIKA MEGARINI



Post Date : 07 Januari 2008