Wapres Yusuf Kalla: Apa pun Kita Lakukan Demi Air

Sumber:Majalah Air Minum - 30 Oktober 2008
Kategori:Air Minum

Menyongsong seminar bertajuk "Tambahan 10 Juta Sambungan Air Bersih 2013" yang diselenggarakan Perpamsi bersama Harian Sinar Harapan di Hotel Borobudur Jakarta tanggal 15 Oktober 2008, tim wartawan Sinar Harapan dan Majalah Air Minum mendapat kesempatan istimewa melakukan wawancara khusus dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantornya tanggal 13 Oktober 2008.

Berbagai buah pikiran, kepribadian maupun pola hidup tokoh yang begitu menonjol akhir-akhir ini kita sajikan pada rubrik Persona edisi ini.

Jadwal wawancara di kantornya di Jalan Medan Merdeka Selatan yang bersebelahan dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat itu adalah pukul 11.00 pagi. Rombongan yang terdiri atas Wakil Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Sinar Harapan Daud Sinjal dan Kristanto Hartadi, wartawan politik harian tersebut, Inno Jemabut dan Pemimpin Redaksi serta wartawan Majalah Air Minum yakni Ir Eddy Akhirwan dan penulis berangkat pukul 10.30. Setiba di tempat, tanpa bertele-tele, para petugas keamanan serta staf Wakil Presiden langsung mempersilakan rombongan masuk ke ruang pertemuan khusus yang lega dengan tata ruang yang nyaman. Tetapi tentu saja harus melalui alat detektor logam yang dilengkapi dengan Sinar-X.

Di seputar sehelai permadani yang lebar warna kekuningan tersusun 15 kursi, sebuah di antaranya terletak di hulu ruang pertemuan untuk Wakil Presiden. Rupanya ada "pasien" lain yang lebih dulu harus dilayani agak lama di ruang rapat lainnya, Wakil Presiden baru muncul di tempat rombongan menunggu sekitar pukul 13.00, langsung menyapa dengan ramah, tersenyum dan menyalami rombongan satu per satu.

Untuk ukuran tokoh sangat penting alias very very important person (VVIP) seperti dia, Jusuf Kalla tampil sederhana, kemeja putih lengan panjang yang tidak diselipkan ke celana. Ia memang lebih sering tampil seperti itu kecuali pada upacara-upacara tertentu yang mengharuskannya berpakaian berbeda, jas atau batik.

Perihal ini ia menyatakan sebagai bagian dari gaya hidup ia menyebut life style yang mengacu pada hidup hemat dan efisien. Alasannya, kalau pakai jas seperti para pejabat maka AC harus lebih dingin, tetapi kalau pakai kemeja saja tak perlu terlalu dingin, jadi hemat energi. Sekaligus menghemat baju, katanya.

Hal serupa dianjurkannya kepada masyarakat dalam memperlakukan air yang semakin lama semakin langka dan mahal. Bahkan katanya perlu diadakan kampanye mengubah cara mandi dari gayung ke pancuran yang akan menghemat air sekitar setengahnya. "Masyarakat perlu mengubah life style dalam hal mandi. Lebih hemat pakai shower daripada gayung," katanya. Dikatakannya, dengan gayung air lebih banyak terbuang sia-sia, padahal dengan shower alias pancuran berlubang-lubang, badan cukup bersih juga. Di sisi lain, bila pakai shower, rumah tidak perlu dilengkapi bak air besar yang kemungkinan akan menjadi sarang nyamuk, termasuk nyamuk penyebab demam berdarah. "Kalau perlu dibuat peraturan pemerintah supaya rumah hanya memakai bak kecil saja, dan semua pakai shower saat mandi," ujarnya.

Yang menarik lagi tentang tokoh kita ini, perawakannya langsing dengan kumis yang khas. Yang pasti ia banyak memerlukan energi dan ketahanan tubuh karena kesibukannya yang luar biasa sehari-hari. Dalam hal ini ia mengatakan, salah satu yang dilakukannya adalah berolahraga. Dulu katanya ia rajin jogging. "Sekarang tidak ada waktu lagi," ujarnya.

Pola hidup hemat dan efisien itu pula yang dinasihatkannya untuk dijalani seluruh tukang ledeng baik manajemen maupun karyawan bawahan, apalagi dalam menghadapi kesulitan ekonomi yang masih mendera Indonesia hingga kini. Selain itu, ia juga menganjurkan bekerja keras dengan disiplin.

Tidak Mudah

Mengubah pola hidup atau life style menurut Jusuf Kalla memang tidak mudah, tetapi hal itu sangat diperlukan dalam kondisi negara dan bangsa seperti sekarang. Ini memerlukan pemahaman yang dalam, bahkan kalau perlu harus melalui kampanye atau bahkan lewat peraturan tertentu.

la mencontohkan, rumah BTN dibangun dengan bak mandi besar. Padahal rumah orang kaya lebih banyak dilengkapi dengan shower untuk mandi. Sementara itu, bila orang-orang kaya lebih senang memakai shower, kamar mandi pembantunya dilengkapi dengan bak mandi, kontradiktif.

"Mandi dengan shower menghemat air setengah. Sedangkan orang-orang yang pakai gayung , air limbahnya lebih banyak dari air limbah orang kaya," katanya menjelaskan. Yang jelas lagi katanya, mandi dengan pipa pancuran, kita bisa menghe mat Rp 10.000 per bulan.

Hal serupa juga terjadi pada peristiwa peralihan dari minyak tanah ke gas LPG. Beralih dari minyak tanah ke gas katanya sangat menghemat, dan lebih bersih. Namun proses peralihan itu pun menurut Jusuf Kalla, dulu susahnya setengah mati. Hampir semua orang ribut ketika Pemerintah mengeluarkan anjuran supaya masyarakat beralih dari minyak tanah ke gas LPG. Itu bertahun-tahun. Tetapi setelah dilakukan pemaksaan dalam arti mengurangi pasokan minyak tanah seraya mengeluarkan produk gas LPG, dengan cepat masyarakat bisa menyesuaikan diri dan tidak ribut-ribut lagi.

la mengatakan, bukan sekadar beralih asal beralih, tetapi memang terjadi penghematan yang luar biasa.

Saat ditanya bagaimana prakteknya sendiri, Jusuf Kalla mengatakan di dalam keluarganya hal ini sudah lama dilakukan. Mereka sudah lama menggunakan shower. "Sudah sejak lama. Karena pakai gayung sebenarnya tidak sehat. Bisa ada nyamuk, jentik-jentik. Kedua, tidak semua air yang diguyurkan dengan gayung itu mengenai badan," katanya.

Ingin tahu apakah di rumah kediaman resmi Wakil Presiden atau di Istana air ledeng sudah bisa langsung diminum dari keran seperti yang sudah dilaksanakan oleh PDAM Kota Bogor atas air ledeng di kompleks Istana Bogor? Jusuf Kalla mengatakan, bahwa di tempat-tempat

tertentu seperti di komplekas kantor ledeng potable. "Di rumah-rumah orang kebiasaan dan keyakinan. Sama halnya kerjanya, di Istana, termasuk juga di rumah kaya pun itu sudah biasa," katanya. "Tetapi kalau kita ke luar negeri, mula-mula kita kediamannya, adalah lumrah dilengkapi walaupun begitu, mana ada orang mau tidak mau minum langsung dari keran. dengan pemrosesan sederhana agar air langsung minum dari keran? Itu soal Tetapi setelah menyaksikan sendiri mereka minum langsung dari keran, baru kita mau ikut," katanya.

Jadi masalah kebiasaan dan keyakinan. Ia juga tahu, bahwa air minum produksi PDAM, di sumbernya sebenarnya sudah bisa langsung diminum. Tetapi dalam perjalanan ke rumah-rumah pelanggan, karena banyak pipa bocor, bisa kemasukan air tanah dan bisa kemasukan macam-macam.

Ubah paradigma

Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada Jusuf Kalla adalah, kenapa baru sekarang ada gagasan menambah sambungan pelanggan sebanyak 10 juta dalam lima tahun ke depan. Ia menjelaskan, bahwa persoalan PDAM sebenarnya sudah lama, sudah berkali-kali dikemukakan, berkali-kali dirapatkan tetapi tidak pernah mencapai hasil. Melihat urgensinya, apalagi mengingat pentingnya air, maka sekitar bulan Mei lalu saat menerima rombongan peserta Rakerna Perpamsi, ia pun mengambil keputusan yang radikal. Ia berkata, "Ya sudah, hapuskan saja bunga dan denda tunggakan, dan utang pokok biarkan saja dulu."

Dalam kaitan ini ia mengatakan, kita harus mengubah paradigma. Misalnya untuk beras, apa pun kita tempuh. Begitu pula untuk listrik, Pemerintah memberi subsidi sampai Rp 90 triliun. Dan kenapa pula minyak tanah disubsidi sampai Rp 30 triliun per tahu. Ia sekaligus menjawab, karena beras, listrik dan minyak tanah adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda.

Air pun adalah kebutuhan pokok. Beras tanpa air tidak akan banyak arti. Apa pun kemauan kita, tanpa air tidak akan bisa terlaksana. Jadi air sebagai kebutuhan pokok tidak kalah dibandingkan dengan beras, listrik, minyak dan sebagainya, bahkan lebih penting. Kesehatan pun tidak akan didapatkan tanpa air. Maka atas dasar itulah diputuskan bahwa air merupakan kebutuhan pokok.

Sebagai konsekuensinya, maka kita pun harus mengusahakan sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air.

Tanpa membantah bahwa ada sebagian PDAM yang maju, dikatakannya bahwa kebanyakan dalam keadaan terseok-seok karena dua sebab utama. Ada yang disebabkan manajemennya tidak bagus, tetapi ada pula karena para bupati, walikota dan DPRD menjual air lebih murah dari biaya pokok. Masalah air murah telah jadi populis.

"Ini dulu dibereskan, hapuskan bunga dan denda tunggakan segala macam, perbaiki yang sudah ada dan membangun untuk mengejar 10 juta sambungan baru," ujarnya.

Tentang kenapa 10 juta sambungan, Jusuf Kalla mengatakan karena akses masyarakat ke air bersih hingga kini masih terlalu rendah, khususnya daerah-daerah miskin dan kumuh. Dan karena langkanya sambungan air bersih ke daerah-daerah kumuh, maka harga air yang harus dibayar oleh rakyat miskin menjadi sangat mahal.

Air PAM katanya, ada yang harganya Rp 2.000 ada yang Rp 3.000 per meter kubik. Tetapi karena tidak ada sambungan ke daerah kumuh, masyarakat di sana terpaksa beli ketengan. Padahal dengan membeli ketengan, hitung-hitung harga air bisa mencapai Rp 100.000 per meter kubik. Ia merinci, 1 jerigen @ 20 liter bisa mencapai harga Rp 2.000 di daerah kumuh dan sulit air. Kalau dihitung-hitung, maka harga 1 meter kubik menjadi Rp 100.000. Satu meter kubik sama dengan 50 jerigen.

Jadi, katanya dengan nada yang sangat serius, ini sangat tidak adil. Orang kaya membeli air bersih jauh lebih murah dari orang miskin. Karena itu kita harus membangun. Kalau listrik kita anggap sangat penting, air tidak kalah penting. "Nah, pola ini yang kita pakai," ujamya lagi.

la menceritakan, bahwa hal seperti ini pun baru-baru ini dilaksanakan untuk listrik yang sempat mengalami krisis. Ia memerintahkan untuk membangun pembangkit listrik 10.000 megawatt.

la mengaku, untuk pelayanan air perpipaan, biayanya memang sangat besar, terutama biaya distribusinya. Tetapi bagaimanapun juga, karena kebutuhan pokok yang akan menyehatkan, dapat menurunkan tingkat penyakit seperti disentri dan sebagainya, kita harus berusaha keras dan sekuat tenaga. Perihal masalah distribusi ia mengatakan banyak pipa yang sudah tua dan harus direhabilitasi, di bidang sumber banyak PDAM yang sumber airnya jauh maka harus dibangun pipa yang panjang dan mahal, dan di bidang pengolahan ada yang biaya mengolahnya lebih mahal karena air bakunya lebih jelek.

Jaminan Pemerintah

Tentang bagaimana cara PDAM mendapatkan dana membangun 10 juta sambungan itu, Wakil Presiden menyatakan sebagian dari APBN, khususnya untuk keperluan air baku, sebagian dari APBD, dari keuangan PDAM sendiri, dan sisanya dari bank. Ia menyatakan paham bahwa tidak mudah memang mendapatkan kredit dari bank, maka untuk itu Pemerintah memberi jaminan. Namun ditegaskannya, yang akan dibantu dan dijamin oleh Pemerintah hanya PDAM yang menetapkan tarif setidak-tidaknya tidak lebih rendah dari harga pokok. "Kalau biaya produksinya Rp 2.000 per meter kubik, ya sedapat mungkin dijual dengan harga Rp 2.500 misalnya," katanya menganjurkan. Jangan menjual lebih murah dari harga pokok.

Nanti katanya akan dikeluarkan suatu ketentuan berupa Keppres, bahwa bank-bank Pemerintah hanya dibolehkan membantu PDAM yang menjual air di atas harga pokok.

Jaminan Pemerintah atas air bersih ini katanya sama dengan minyak tanah karena sudah diputuskan bahwa air juga adalah kebutuhan pokok.

Bagi yang tidak mau mengikuti prinsip-prinsip perusahaan bahwa tarif harus di atas harga pokok, Jusuf Kalla mempersilakan untuk jalan sendiri, Pemerintah tidak akan mau memberi jaminan dan membantu.

Namun diingatkannya, karena air adalah kebutuhan pokok, maka kewajiban kita bersama untuk menyediakannya bagi rakyat, setidak-tidaknya agar mencapai 80% di perkotaan dan 50% di perdesaan. Jadi jangkauannya harus diperluas.

Dalam kaitan itu pula ia mengingatkan agar air baku jangan terlalu dibebani sehingga harga pokok PDAM nanti menjadi lebih tinggi. Sebab kalau begitu, tetap saja PDAM tidak berkembang, dan rakyat miskin tidak akan terjangkau, dan mereka akan tetap membeli air ketengan dengan harga yang jauh lebih mahal dari tarif untuk orang kaya. "Ini sangat tidak adil," katanya seraya menambahkan, "Jangan pula ada orang pakai air PAM mencuci mobil sementara orang miskin membeli air ketengan."

Perjalanan Karier

Jusuf Kalla, kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan tahun 1942, mencuat namanya saat berhasil mengatasi konflik berdarah yang sudah berjalan tiga tahun di Sulawesi Selatan dengan Deklarasi Malino, 20 Desember 2001 disusul kemudian dengan ikut serta membantu penyelesaian konflik serupa di daerah tersebut tiga bulan kemudian.

Sejak jadi mahasiswa ia sudah aktif berorganisasi, antara lain tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang ambil bagian dalam perjuangan menumbangkan pemerintahan Orde Lama pimpinan almarhum Soekarno, proklamator kemerdekaan Indonesia.

Setamat dan Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin tahun 1967, dalam kondisi ekonomi Indonesia yang masih sangat sulit, ia terjun ke dunia usaha dan memimpin perusahaan yang didirikan ayahnya Haji Kalla, yakni NV Hadji Kalla. Dari perusahaan yang semula hanya memiliki satu karyawan, secara perlahan tapi pasti perusahaan tersebut maju, lalu berkembang di bidang ekspor impor, transportasi, merambah lagi ke berbagai bidang seperti perkebunan sawit, tambak udang, real estate dan sebagainya. Begitu pesatnya kemajuan perusahaan tersebut di bawah pimpinan Jusuf Kalla, tahu-tahu telah menjelma menjadi salah satu raksasa ekonomi Indonesia, yang menurut majalah Forbes tahun 2007 menempati peringkat ke 30 terkaya di Indonesia.

Selain di bidang usaha, Kalla juga aktif dalam berbagai lembaga, antara lain menjadi anggota bahkan mengetuai KADIN Indonesia bagian timur. Keberhasilannya baik di bidang perekonomian maupun sosial politik mendorong Abdurrahman Wahid ketika menjadi Presiden RI menunjuknya sebagai menteri, begitu juga pada masa kepemimpinan Presiden Megawati setelah Abdurrahman Wahid turun panggung.

Dalam pemilihan umum yang lalu, ia bersama Susilo Bambang Yudhoyono menang, maka ia pun menjadi Wakil Presiden untuk periode 2004-2009.

Yang jelas, Jusuf Kalla adalah sosok yang sangat menonjol, menarik, dan tahu banyak mengenai berbagai hal lewat diskusi, pengalaman pribadi, dan membaca. Victor Sihite



Post Date : 30 Oktober 2008