Warga Desa Membeli Mata Air

Sumber:Sinar Harapan - 04 Juni 2008
Kategori:Air Minum

MAGELANG – Apa jadinya bila bertahun-tahun selalu dilanda kekurangan air bersih? Itulah yang dialami warga Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Untuk kebutuhan sehari-hari, warga desa yang berjumlah 1.824 jiwa itu menggantungkan pada debit air Sungai Ndaru yang melintasi desa tersebut. Namun, air sungai itu sebenarnya kotor, bahkan pada musim kemarau sungai itu pun mengering.

”Kami terpaksa membuat belik (kubangan) di tengah sungai. Dari sana masih ada sisa-sisa rembesan air sungai. Airnya jernih, tetapi kami tidak tahu apakah itu memenuhi syarat kesehatan atau tidak. Namun, kami menggunakan itu sudah puluhan tahun setiap kemarau,” kata Kepala Desa Jogoyasan, Ashari.

Kekurangan air itu sedikit terpecahkan ketika tahun 2004 ada program bantuan perpipaan untuk mengalirkan air dari mata air di Dusun Sidadap, Desa Pandean. Dari mata air yang berjarak kurang lebih dua kilometer itu dipasang pipa yang mengalirkan air ke lima dusun di Desa Jogoyasan, yakni Dusun Ndeles, Jogoyasan, Temu Kidul, Temu Lor dan Pager Tengah.

”Tetapi pada musim kemarau tetap saja air itu kurang. Debit air dari mata air Sidadap jumlahnya terbatas dan ternyata juga digunakan oleh desa-desa lain yang jaraknya lebih dekat dengan mata air tersebut. Kami akhirnya tetap kekurangan air bersih,” tutur Ashari.

Sekretaris Desa Jogoyasan, Zaenal Abidin, menjelaskan pada tahun 2004 Dusun Temu Lor mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Magelang berupa pengaliran air yang diambilkan dari Mata Air di Gunung Telomoyo. Dusun itu akhirnya bisa memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya. Namun, kekurangan air masih menimpa empat dusun lainnya.

Selama ini, mata air untuk empat dusun masih berasal dari Dusun Sidadap. Di sana dibangun bak penampung. Dari bak itulah air dialirkan menggunakan pipa pralon ke Desa Jogoyasan. Lalu di pinggir Dusun Ndeles dan Pagertengah dibangun lagi bak penampung. Dari bak penampung di Ndeles air dialirkan ke Dusun Jogoyasan, Temu Kidul dan Ndeles sendiri.

Sementara dari bak penampung di Dusun Pagertengah dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air warga Pagertengah.

Akan tetapi, sumber air di Sidadap debitnya kecil dan tidak ada sarana pengamanan terhadap sumber air tersebut. Sumber air ini malah seperti got atau selokan biasa.

”Pada musim hujan, biasanya sumber air ini terkena limpahan limbah ternak sapi dari desa sekitar Sidadap. Akhirnya, air bercampur limbah sapi inilah yang mengalir dan dimanfaatkan warga kami," Zaenal Abidin mengeluh.

Butuh Pipa Paralon

Lantaran kekurangan air bersih itulah, aparat desa mulai memikirkan sejumlah inisiatif keluar dari masalah tersebut. Mereka bahkan ingin untuk memiliki mata air sendiri. Tetapi lantaran sumber air di desa sendiri tidak ada, warga mencari informasi apakah ada orang yang akan menjual lahan tegalannya yang di dalamnya terdapat mata airnya.

Pada akhir tahun 2007, ada informasi seorang warga Dusun Wonolobo, Desa Pandean bernama Siyono akan menjual lahan miliknya. Di lahan Siyono itu ada mata air. Maka warga Desa Jogoyasan berniat membeli tanah seluas 460 meter persegi tersebut.

Selama ini, mata air milik Siyono itu dimanfaatkan warga desa di sekitarnya untuk mandi dan cuci serta kebutuhan yang lain. Hal itu bisa dilihat dengan adanya bangunan permanen yang digunakan warga sekitar untuk mandi dan cuci.

Meski begitu, warga Jogoyasan tetap berniat membeli lahan tersebut. Zaenal Abidin menjelaskan Siyono sebagai pemilik lahan akan melarang warga sekitar yang selama ini memakai air dari mata airnya bila lahannya sudah dibeli warga Jogoyasan.

Pada Desember 2007, warga Jogoyasan resmi membeli lahan milik Siyono sebesar Rp 10 juta. Pembelian dilakukan warga Jogoyasan secara swadaya dan dicicil. Dana berasal dari swadaya warga dan Dana Alokasi Desa (ADD) desa tersebut.

Meski sudah punya sumber air, ternyata warga Desa Jogoyasan masih kesulitan untuk mengalirkan air itu ke desanya. Mereka masih membutuhkan pipa paralon cukup banyak untuk bisa mengalirkan air itu ke desa mereka sejauh tiga km. ”Dananya pasti sangat besar Kami sedang mengusulkan permintaan dana ke Pemkab Magelang,” kata Ashari. SU Herdjoko



Post Date : 04 Juni 2008