Warga Jakarta Waspadalah!

Sumber:Suara Pembaruan - 01 Desember 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Banjir yang menggenangi sejumlah kawasan di kawasan utara Jakarta dan Banten, yang terjadi baru-baru ini, cukup mengagetkan. Sebab saat itu, hujan sama sekali tidak turun.

Meski berlangsung dalam hitungan hari, tetapi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan banjir tersebut sangat terasa bagi masyarakat. Tidak terhitung berapa kerugian masyarakat di kawasan Muara Baru, Penjaringan, dan Dadap di Tangerang, yang rumah dan tempat usahanya tergenang hingga satu meter.

Belum lagi kalau berbicara tentang tergenangnya Jalan Tol Sedyatmo, yang merupakan urat nadi utama yang menghubungkan Jakarta dengan Bandara Soekarno-Hatta. Genangan air di tol, langsung menutup akses transportasi ke bandara internasional, yang menyebabkan puluhan pesawat tertunda keberangkatannya hingga berjam-jam.

Menurut Ahli Oseanografi Institut Teknologi Bandung (ITB), Dadang K Mihardja, banjir yang menggenangi kawasan utara Jakarta, disebut banjir rob, atau biasa dikenal dengan banjir yang disebabkan pasangnya air laut. "Banjir rob baru-baru ini disebabkan masalah yang cukup kompleks. Setidaknya, ada tiga faktor dominan yang membuat tinggi genangan tidak seperti biasanya," katanya.

Faktor pertama, fase bulan. Tanggal 23 November lalu, posisi bulan berada pada titik terdekat dengan bumi (perigee). Kondisi ini diperparah lagi keesokan harinya terjadi bulan purnama.

Faktor kedua, penu- runan permukaan tanah dari arah Monas sampai Pantai Utara Jakarta dengan laju penurunan 1-10 sentimeter/tahun. Di Cengkareng, menurut Dadang, dalam 27 tahun terakhir (1980-2007) terjadi penurunan permukaan tanah sekitar 2 meter.

Menurutnya, penurunan permukaan tanah itu juga diperparah dengan pembebanan yang semakin berat terhadap tanah, akibat pembangunan gedung-gedung tinggi dan eksploitasi air tanah.

Faktor ketiga, adanya kontribusi pemanasan global, yang menaikkan elevasi permukaan laut sekitar 5 mm/tahun. "Dalam dua bulan ini, Desember-Januari, kondisi banjir kawasan utara Jakarta khususnya, ditambah Banten, akan semakin parah," kata Profesor Oseanografi, yang memiliki nada suara tegas ini memprediksi.

Dia menerangkan, banjir yang lebih parah tersebut, kemungkinan besar terjadi sekitar tanggal 22 Desember 2007. Alasannya, untuk fase perigee, terjadi tanggal 19 Desember dan purnama tanggal 22 November.

Yang membuat dampak banjir akan semakin hebat karena diperkirakan hujan sudah mulai turun dengan intensitas yang cukup lebat. Jika hal ini berlangsung, praktis genangan air di kawasan utara Jakarta akan naik.

Perkiraan banjir terparah terjadi di bulan Januari 2008. Di mana kombinasi dan semua faktor itu bergabung, ditambah lagi dengan fenomena posisi bulan dan bumi akan mencapai titik terdekat dengan matahari (perihelion) pada tanggal 2 Januari. Pada kondisi ini, kata Dadang akan terjadi pasang maksimum yang paling tinggi.

"Jadi, semua faktor itu yang menyebabkan banjir rob di utara Jakarta kemarin. Bisa dibayangkan kalau hujan di bulan Desember dan Januari turun, maka banjirnya akan sangat besar. Yang paling parah, ya daerah utara karena terkena tidak dampak banjir, yakni banjir kiriman dari hulu, banjir lokal akibat curah hujan, dan banjir rob," katanya.

Prediksi banjir rob yang akan semakin besar, setidaknya bisa dilihat dari pernyataan Kepala Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Tanjung Priok, Ponco Nugroho. Menurut Ponco, air pasang yang terjadi baru di kawasan utara Jakarta, yang mengakibatkan tergenangnya sejumlah kawasan perumahan dan jalan tol bandara, dinilai tidak seperti biasanya. Dalam catatan BMG Tanjung Priok, air pasang yang terjadi Senin (26/11) siang tersebut setinggi 1,7 meter atau le- bih tinggi 20 sentimeter dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Selama tiga tahun terakhir, kami mencatat secara intensif kondisi pasang surut air laut. Dua tahun sebelumnya, tinggi air pasang hanya 1,5 meter, tetapi sekarang mencapai 1,7 meter. Keadaan ini tidak pernah terjadi selama ini," katanya.

Pemanasan Global

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo juga mengakui, selama ini gelombang pasang di pesisir utara Jakarta yang biasanya mencapai ketinggian 194-204 cm, namun ketinggian gelombang pasang beberapa hari belakangan ini mencapai 220 cm. Menurut gubernur, kenaikan tinggi air pasang itu disebabkan oleh pemanasan global.

Sebuah penelitian yang dilakukan ITB baru-baru ini menyebutkan, kenaikan permukaan air laut Teluk Jakarta, yang salah satu penyebabnya adalah pemanasan global, berpotensi menimbulkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah. Ahli meteorologi ITB, Armi Susandi mengatakan, penelitian yang dilakukan mahasiswanya itu menemukan terjadinya peningkatan kerugian tiap tahun.

Misalnya, untuk jangka pendek, genangan yang diakibatkan kenaikan permukaan air laut, hingga tahun 2010, berpotensi menimbulkan kerugian sekitar Rp 9,7 triliun. Pada tahun 2050 potensi kerugian naik berlipat-lipat menjadi Rp 139 triliun.

Dari hasil penelitian itu dapat diketahui proyeksi, luas genangan tahun 2010 untuk lahan basah mencapai 7,94 km2, dan untuk lahan kering seluas 30,45 km2. Sedangkan pada tahun 2050 diperkirakan terjadi peningkatan genangan pada lahan basah menjadi 15,13 km2, dan untuk lahan kering hingga 145,23 km2.

Tentu saja, proyeksi kerugian itu sangat mengkhawatirkan, karena diyakini bukan hanya menyangkut persoalan kerugian materiil saja tetapi juga soal keberadaan masyarakat dalam ancaman yang sangat besar.

Pendapat para pakar itu, ditambah penelitian mereka, yang tingkat akurasinya tisdak diragukan, menjadi peringatan bagi warga Jakarta dan sekitarnya, terutama yang bermukim di sekitar pantai. Maka, waspadalah...

Untuk menghindarkan Jakarta dari dampak kerugian, mulai sekarang perlu upaya serius dari semua pihak, terutama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta un-tuk menangani persoalan banjir.

Khusus untuk kawasan utara Jakarta, perlu dipikirkan untuk memperbaiki ekosistem di pesisir pantai yang sudah rusak parah akibat maraknya pembangunan yang tidak berpihak pada lingkungan.

Membangun tembok di sepanjang pantai (sea walls) bisa menjadi alternatif agar bisa menahan laju kenaikan permukaan air laut agar tidak langsung menerpa daratan. (SP/Erwin Lobo)



Post Date : 01 Desember 2007