Warga Kamal Kini Tak Lagi Dihantui Rasa Gatal dan Diare

Sumber:Kompas - 20 Maret 2009
Kategori:Air Minum

Teriknya sinar matahari siang memaksa Sawani (35) duduk di beranda untuk mencari angin. Bersama kedua anaknya, ibu rumah tangga itu bercengkerama sambil mengelus rambut dan lengan Lia, si bungsu, yang masih kelas I SD.

”Sudah setahun ini rambutnya sehat dan tidak lepek. Kulitnya juga jauh lebih sehat dan mulus. Tidak ada lagi yang gatal-gatal,” kata Sawani, Kamis (19/3), sambil menunjukkan luka bekas garukan di lengan anaknya.

Bagi warga Jalan Haji Ahmad RT 04 RW 03, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, itu, meski warnanya agak gelap karena terbakar matahari, kulit yang sehat dan mulus adalah kegembiraan tersendiri. Selama ini anaknya sering menderita penyakit kulit dengan gejala gatal-gatal.

Gatal-gatal sering muncul setelah Sawani memandikan anak-anaknya dengan air sumur. Air yang berkualitas buruk diduga menjadi penyebab gatal-gatal itu.

Bukan hanya kulit yang menjadi bermasalah karena air itu. Rambut menjadi lepek dan mudah rontok karena buruknya kualitas air. Sampai tahun lalu, sumur merupakan sumber air utama di Kamal. Hanya dengan menggali 6 sampai 10 meter, air akan langsung diperoleh.

Sayangnya, air sumur di sebagian kawasan berwarna kuning, berasa asin, dan lengket di badan. Beberapa sumur menghasilkan air yang berbau tidak sedap. Dampak kualitas air yang buruk juga dirasakan Rokiyah, tetangga Sawani. Menurut Rokiyah, anak-anak juga sering terkena diare jika orangtua terpaksa memasak atau merebus air sumur itu.

Kawasan Kamal termasuk wilayah yang sudah terintrusi air laut. Di sisi lain, air dan tanah tercemar oleh banyaknya usaha pengolahan limbah. Kondisi itu yang menyebabkan kualitas air tanah dari sumur dangkal banyak yang buruk.

Ironisnya, sebagian kawasan Kamal tergolong sebagai kawasan minus secara ekonomi. Selama berpuluh-puluh tahun PAM Jaya tidak pernah membangun jaringan pipa air bersih di kawasan itu.

Setelah sebagian operasional PAM Jaya beralih ke PT Palyja, 11 tahun lalu, jaringan pipa air bersih juga tidak kunjung dibangun di Kamal. Terbatasnya dana investasi, potensi pencurian air yang besar, sampai ketidakmampuan masyarakat membayar menjadi alasan belum dibangunnya jaringan pipa ke kawasan itu.

Bangun kios air

Oleh karena itu, pada awal 2008, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo meminta PT Palyja membangun kios-kios air di RT-RT yang kekurangan air bersih. Tujuannya sederhana, warga miskin tetap dapat mengonsumsi air bersih yang layak meskipun tidak mengalir ke dalam rumah.

Sejak kios air pertama kali diresmikan 11 bulan lalu, kios air yang dibangun Palyja di kawasan Kamal, Kamal Muara, sampai Semanan telah bertambah menjadi 11 kios. Pengelolaan kios air

diserahkan kepada masyarakat setempat dan Palyja tinggal mengirimkan air bersih melalui mobil-mobil tangki tiga kali seminggu.

Palyja menjual air bersih kepada pengelola dengan harga Rp 3.550 per meter kubik dan pengelola menjual kepada warga dengan harga Rp 400 per jeriken isi 20 liter. Di kios air itu juga disediakan beberapa gerobak dorong, yang mampu mengangkut empat jeriken sekaligus.

Warga yang membeli air bersih tinggal datang ke kios air, membayar ke pengelola, dan mengisi jeriken dengan air. Kemudian mereka mendorong gerobak ke rumah dan mengembalikan gerobak serta jerikennya ke kios air.

Lani, warga Jalan Kampung Belakang, RT 01 RW 03, Kamal, mengatakan, kios air sangat menguntungkan warga. Sebelumnya Lani dan para tetangganya harus membeli air untuk minum dan masak dari pedagang air keliling dengan harga Rp 1.250 per jeriken isi 20 liter.

Setiap minggu, Lani membeli enam jeriken air. Kini Lani bisa berhemat dan itu sangat berarti, apalagi suaminya hanya bekerja sebagai tukang ojek dengan penghasilan tak menentu.

”Jika dulu warga hanya membeli air untuk minum dan masak, sekarang banyak yang membeli air untuk mandi karena harganya murah. Air bersih membuat warga tidak mudah terserang gatal-gatal dan diare,” kata Turmiyati, warga Kelurahan Kamal RT 02 RW 03.

Kios air juga menguntungkan pengelolanya. Hasan, pengelola air di RT 01 RW 03, mendapat untung lebih dari Rp 1 juta per bulan. Namun, Hasan wajib melayani pembeli, menjaga jeriken dan gerobak, serta membersihkan tangki setiap dua minggu

Jaringan pipa

Akses air bersih bagi warga dari kelas ekonomi menengah ke bawah juga mulai diwujudkan dengan membangun beberapa jaringan pipa. Pipa-pipa air bersih berukuran sedang di jalan lingkungan disambungkan dengan pipa-pipa lebih kecil ke permukiman padat dan kumuh.

Kepala Komunikasi Perusahaan PT Palyja Meiritha Maryanie mengatakan, pembangunan jaringan pipa di Warung Gantung dan Rawa Lele, Jakarta Barat, dibiayai oleh Bank Dunia melalui program Global Partnership for Output Based Aid. Warga hanya dikenai biaya pemasangan instalasi pipa baru sebesar Rp 132.000, dari biasanya Rp 600.000, dan dapat diangsur 12 kali.

Sampai saat ini sudah ada 3.644 sambungan dari target 4.800 sambungan baru. Total jaringan air bersih ke warga miskin akan mencapai 6.500 sambungan. Warga miskin dapat menikmati air bersih dengan tarif Rp 1.050 per meter kubik atau sekitar Rp 1 per liter.

Sulastri (41), warga Rawa Lele, Jakarta Barat, mengatakan, sambungan pipa air bersih sangat membantu keluarganya. Dia tidak perlu membeli air dari pedagang keliling untuk mandi, masak, dan mencuci.

Air yang mengalir sampai ke dalam rumah juga meringankan bebannya dalam mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga. Sulastri mengaku punya tambahan waktu untuk mengurus anak dan mencari uang lebih setelah urusan yang terkait dengan air selesai karena ada sambungan pipa.

”Saya tidak lagi menggunakan air sumur yang asin karena air PAM sudah melimpah. Kami sekeluarga lebih sehat setelah mengonsumsi air bersih dari PAM. Tidak ada lagi gatal-gatal dan diare,” kata Sulastri. (Caesar Alexey)



Post Date : 20 Maret 2009