Warga Keberatan Pembuangan Sampah Tsunami di Tanah Permukiman

Sumber:Suara Pembaruan - 08 Maret 2005
Kategori:Aceh
BANDA ACEH - Warga di Kota Banda Aceh dan wilayah sekitarnya keberatan sampah bekas puing-puing yang disisakan terjangan gelombang tsunami, dibuang dan ditimbun di tanah bekas tempat tinggal mereka. Sebab hal itu akan menyulitkan warga yang ingin kembali dan membangun kembali rumah mereka yang hancur. Untuk mencegah meluasnya pembuangan dan penimbunan tersebut, sejumlah warga terpaksa mendirikan tenda di bekas rumah mereka guna berjaga-jaga.

Demikian pantauan Pembaruan di Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, Senin (7/3). Menurut warga setempat, pembuangan dan penimbunan sampah bahkan sudah dilakukan sejak tiga hari pascagelombang tsunami melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Hingga saat ini, aktivitas tersebut masih berlangsung. Puluhan truk dari sejumlah BUMN sektor konstruksi hilir-mudik mengangkut sampah dan puing-puing, dibuang di lokasi bekas permukiman yang telah hancur. Sampah dan puing-puing tersebut selanjutnya diratakan dengan buldozer, sehingga menyisakan pemandangan yang relatif lebih baik dibanding sebelumnya.

Nurmalawati, warga Krung Cut, Desa Bait, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar menuturkan, tiga hari setelah tsunami, dirinya kembali ke rumah untuk melihat kondisi tempat tinggalnya, yang berjarak sekitar dua kilometer dari pantai. Namun dia mendapati di depan bekas rumahnya sudah ditimbun tanah dan sampah bekas tsunami.

''Bahkan tetangga saya ada yang bekas rumahnya sudah tak tampak lagi, karena ditimbun tanah. Lorong pun sudah tak tampak lagi,'' keluhnya.

Dia sangat menyesalkan aktivitas tersebut, karena dilakukan saat pemilik lahan tidak berada di tempat. ''Seharusnya mereka minta izin dulu. Menimbun pun harus ada aturan,'' tandasnya.

Nurmalawati mengungkapkan, warga sudah melayangkan protes kepada aparat pemerintahan dan kepolisian setempat. ''Tetapi aparat mengaku tidak tahu-menahu kegiatan tersebut,'' ungkapnya.

Keluhan senada dilayangkan Burhan, yang juga warga Krung Cut. Burhan bersama sejumlah tetangganya bahkan mendirikan tenda bantuan dari Pemerintah Arab di dekat bekas tempat tinggalnya, untuk berjaga-jaga jangan sampai bekas rumahnya turut ditimbun sampah dan puing-puing.

''Kita sudah minta supaya wilayah ini jangan dijadikan tempat pembuangan sampah dan puing-puing. Apalagi sampah tsunami itu kabarnya dari Kota Banda Aceh,'' jelas Burhan.

Burhan dan Nurmalawati sama-sama bertekad untuk membangun kembali tempat tinggalnya yang hancur diterjang tsunami.

Pembuangan dan penimbunan sampah bekas tsunami di permukiman warga juga terjadi di Desa Ulee Pata, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh, tak jauh dari Pantai Ulee Lhee. Warga sekitar juga membangun gubuk-gubuk sederhana untuk mencegah bekas tempat tinggalnya ditimbun sampah.

Jamilah, yang suami dan satu anaknya tewas akibat gelombang tsunami, nekat mendirikan gubuk kayu berdinding kulit pohon kelapa di bekas rumahnya, dengan dibantu kakaknya, Abu Bakar. Jamilah juga ingin membangun kembali tempat tinggalnya.

''Saya kehilangan suami dan anak saya di sini. Saya ingin merasa dekat. Apalagi leluhur saya juga dimakamkan di sini. Bagaimanapun ini tanah saya,'' ujarnya.

Hak Warga

Ditemui terpisah, Wakil Gubernur Provinsi NAD, Azwar Abubakar menolak menjelaskan perihal penanganan sampah dan puing-puing bekas tsunami. ''Nanti saja,'' ujarnya singkat.

Sementara Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NAD, Razali Yahya mengungkapkan, meski lembaganya tidak bertanggung jawab terhadap penanganan sampah, namun tetap mendapat imbas dari pembuangan sampah dan puing-puing di bekas permukiman warga. Menurutnya, pembuangan sampah dan puing-puing diarahkan ke wilayah yang berstatus tanah negara bebas.

''Misalnya di wilayah pesisir itu status tanahnya adalah tanah negara bebas. Sekaligus penimbunan itu bisa untuk memunculkan kembali daratan yang hilang akibat tsunami,'' ujarnya.

Selain itu, lanjut Razali, pembuangan sampah dan puing-puing seharusnya jangan sampai menghilagkan hak perdata warga atas tanah yang dimilikinya. ''Sekaligus jangan sampai menyulitkan BPN dalam merekonstruksi kembali kepemilikan tanah warga yang terkena tsunami. Sebab pembuangan dan penimbunan di tanah bekas permukiman warga berpotensi memicu konflik,'' katanya mengingatkan. (A-17/147)

Post Date : 08 Maret 2005